Sekretaris MA Hasbi Hasan Tak Berompi Oranye Usai Diperiksa KPK Sebagai Tersangka

JAKARTA - Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan masih bisa menghirup udara segar pada hari ini. Dia tak menggunakan rompi oranye dan diborgol usai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dugaan suap pengurusan perkara.

Dari pantauan VOI, Hasbi keluar sekitar 17.00 WIB dari ruang pemeriksaan penyidik setelah diperiksa sejak pagi. Dia menyatakan siap mengikuti proses hukum berjalan.

"Saya sebagai warga negara, saya akan taati proses hukum," kata Hasbi kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Rabu, 24 Mei.

Hasbi tak mau bicara banyak soal pemeriksaannya sebagai tersangka. Termasuk, adanya dugaan penerimaan mobil mewah seperti McLaren yang terkait pengurusan perkara di MA.

"Terkait dengan penyidik ya silakan saja, saya tidak mungkin menjelaskan," tegasnya sambil berlalu dari Gedung KPK.

Selain Hasbi, eks Komisaris PT Wika Beton Dadan Tri Yudianto juga tidak ditahan. Padahal, dia juga dipanggil sebagai tersangka dalam kasus ini.

Terkait tidak ditahannya dua tersangka, KPK belum memberikan informasi apapun. Padahal, setiap pemanggilan tersangka akan diakhiri dengan penahanan.

Sebelumnya, keterlibatan Hasbi terendus KPK setelah namanya disebut dalam dakwaan Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno yang merupakan pengacara. Disebutkan, dia ikut membantu pengurusan perkara di MA dengan perantara Komisaris PT Wika Beton Dadan Tri Yudianto.

Sementara itu, dalam kasus suap pengurusan perkara ada 15 tersangka yang sudah ditetapkan. Mereka adalah adalah Hakim Yustisial Edy Wibowo; Hakim Agung Gazalba Saleh; Hakim Yustisial Prasetio Nugroho; dan staf Gazalba, Redhy Novarisza.

Tersangka lainnya, yaitu Hakim Agung Sudrajad Dimyati; Hakim Yustisial atau panitera pengganti Elly Tri Pangestu; dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie; serta dua ASN di MA, Nurmanto Akmal dan Albasri.

Kemudian, pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno serta Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka, dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto juga ditetapkan sebagai tersangka.

Terakhir, KPK juga menetapkan Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karya Makassar (SKM), Wahyu Hardi. Ia diduga memberi uang sebesar Rp3,7 miliar kepada Edy Wibowo agar rumah sakit tersebut tidak dinyatakan pailit di tingkat kasasi.