KPK Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Korupsi Pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil lima saksi dalan kasus dugaan korupsi pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) pada Badan Informasi dan Geospasial (BIG) serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada 2015 lalu.
Adapun kelima saksi yang dipanggil adalah Kepala Bidang Pelayanan Teknis dan Promosi Pusfaktegan LAPAN tahun 2015 Henny Sulistyawati; Direktur PT Bhumi Prasaja, Rasjid A Aladdin; dan Kepala Bidang Pustekdata LAPAN Ayom Widipaminto.
Selanjutnya, Ketua Kelompok Kerja Citra Pusat Pemetaan Rupa Bumi dan Toponim (PPRT) BIG tahun 2015, Elyta Widyaningrum; dan Fungsional Surveyor Pemetaan Muda BIG tahun 2015, Agung Indrajit.
"Kelima saksi akan diperiksa untuk tersangka PRK (Priyadi Kardono)," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 21 Januari.
Baca juga:
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan dua tersangka yaitu eks Kepala BIG 2014-2016 Priyadi Kardono dan mantan Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara LAPAN 2013-2015 Muchamad Muchlis dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT). Mereka menyebabkan kerugian negara sebesar Rp179,1 miliar.
Adapun kasus ini bermula pada 2015, saat BIG bekerjasama dengan LAPAN dalam pengadaan CSRT. Sejak awal proses perencanaan dan penganggaran pengadaan tersebut, Priyadi dan Muchlis diduga telah bersepakat untuk merekayasa proyek yang bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa yang di tentukan oleh Pemerintah.
Keduanya telah menggelar pertemuan beberapa kali dengan pihak tertentu dan perusahaan calon rekanan yang telah ditentukan menerima proyek, yakni PT Ametis Indogeo Prakarsa dan PT Bhumi Prasaja, sebelum untuk membahas persiapan pengadaan CSRT.
Atas perintah kedua tersangka, penyusunan berbagai dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK) sebagai dasar pelaksanaan CSRT langsung melibatkan PT Ametis Indogeo Prakarsa dan PT Bhumi Prasaja agar "mengunci" spesifikasi dari peralatan CSRT tersebut.
"Untuk proses pembayaran kepada pihak rekanan, para tersangka juga diduga memerintahkan para stafnya untuk melakukan pembayaran setiap termin tanpa dilengkapi dokumen administrasi serah terima dan proses Quality Control (QC)," ungkap Lili.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.