Periset BRIN Andi Pangerang Hasanuddin Terbukti Melanggar Disiplin

JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah menggelar sidang hukuman disiplin terhadap periset astronomi Andi Pangerang Hasanuddin (APH) yang menulis komentar ujaran kebencian mengancam Muhammadiah melalui media sosial.

Kepala Biro Organisasi, dan Sumber Daya Manusia BRIN Ratih Retno Wulandari mengatakan hasil sidang dugaan pelanggaran disiplin atas perbuatan yang dilakukan APH oleh Tim Pemeriksa Disiplin PNS BRIN dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran disiplin.

"Anggota dari Tim Pemeriksa Disiplin PNS terdiri dari atasan langsung, unsur kepegawaian, unsur pengawasan dan pejabat lain yang ditunjuk," ujarnya dilansir ANTARA, Rabu, 10 Mei.

Ratih menuturkan sedang hukuman disiplin itu digelar secara tertutup mulai pukul 09.30 sampai 12.30 WIB, Selasa (9/5). Sidang itu dilakukan sebagai tindak lanjut dari rekomendasi sidang etik Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 26 April.

Dalam sidang hukuman disiplin tersebut disampaikan beberapa pertanyaan dan jawaban yang diberikan kepada APH dari sidang sebelumnya sebagai bentuk klarifikasi dan dituangkan dalam berita acara.

Berdasarkan sidang tersebut, Ratih menyebutkan, Tim Pemeriksa Disiplin PNS membuat rekomendasi untuk disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian beserta Berita Acara Pemeriksaan yang telah ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Disiplin PNS dan APH. 

"Tim Pemeriksa Disiplin PNS pada sidang ini baru memberikan rekomendasi, keputusan jenis hukumannya ada di Pejabat Pembina Kepegawaian," jelasnya.

Ratih menjelaskan rekomendasi atas sanksi yang akan dijatuhkan kepada APH dengan mempertimbangkan dampak atas perbuatan APH, melihat hal yang meringankan dan juga memberatkan.

Tim Pemeriksa akan disampaikan kepada Kepala BRIN selaku Pejabat Pembina Kepegawaian yang akan memutuskan sanksi yang akan diberikan.

Sementara itu, Sekretaris Utama BRIN Nur Tri Aries Suestiningtyas mengungkapkan Sidang Majelis Kode Etika dan Kode Perilaku juga telah digelar terhadap atasan APH, yakni TD. Sidang itu dilakukan mulai pukul 14.00 sampai 19.00 WIB, Selasa (2/5).

"Dari hasil klarifikasi pada sidang tersebut diperoleh informasi terkait konteks tulisan yang ramai diperbincangkan," kata Nur.

Meski konteks dari kalimat tersebut terkait penentuan Hari Raya Idulfitri, namun dapat dipahami berbeda, konteksnya bisa menjadi lebih luas tergantung pada pembaca memaknainya.

"Atas hal tersebut yang bersangkutan mengakui telah lalai bahwa di ranah publik diskusi tidak dapat menggunakan bahasa-bahasa yang dibatasi konteks maupun pilihan kata yang dianggap sudah biasa pada komunitasnya, namun tidak biasa untuk konsumsi umum," ucapnya.

Nur menceritakan selama ini diskusi panas sudah sering terjadi di laman media sosial yang bersangkutan, terkhusus mengenai penentuan hari raya umat islam.

"Menurut yang bersangkutan merasa perlu untuk melakukan edukasi dan diseminasi terkait hasil penelitiannya dan sebagai anggota dari tim hisab/rukyat Kementerian Agama sejak tahun 1996," terangnya. 

"Namun yang bersangkutan juga menyadari kasus ini sebagai pembelajaran penting kedepannya bahwa diskusi ilmiah ketika dilakukan pada ranah publik dapat menimbulkan banyak kesalahpahaman," imbuh Nur.