Hadapi Puluhan Dakwaan Termasuk Pemerkosaan, Eks Politisi Ahmed Haroun Logout dari Penjara Khartoum Sudan

JAKARTA - Mantan politisi Sudan, Ahmed Haroun, mengaku tak lagi dipenjara di tengah perang yang berkecamuk di Sudan. Haroun sebelumnya ditahan di penjara Kober di ibu kota Khartoum dan tengah menghadapi dakwaan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

Gencatan senjata antara faksi-faksi militer yang bertempur sebagian besar tampaknya masih berlaku. Namun ada keraguan tentang komitmen kedua belah pihak untuk perdamaian abadi. Konflik-yang dimulai pada 15 April-muncul dari perebutan kekuasaan yang sengit antara para pemimpin tentara reguler Sudan dan kelompok paramiliter saingannya.

Laporan muncul awal pekan ini tentang pembobolan penjara di Kober, tempat Ahmed Haroun menjalani hukuman bersama Omar al-Bashir, mantan presiden Sudan.

Dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di TV Tayba Sudan Selasa kemarin, Haroun mengkonfirmasi bahwa dirinya dan mantan pejabat lain yang bertugas di bawah Bashir telah meninggalkan penjara. Namun, Haroun berkilah kapan pun akan menghadap ke pengadilan bila sudah berfungsi normal. 

Masih dari pesan audio yang beredar di media sosial, Harun mengklaim dirinya dan mantan pejabat lain telah memutuskan pergi dengan bantuan sipir dan angkatan bersenjata.

"Kami membuat keputusan untuk melindungi diri kami sendiri karena kurangnya keamanan, air, makanan dan perawatan, serta kematian banyak tahanan di Kober," kata Haroun kepada al-Sudani dikutip lewat pemberitaan BBC, Rabu, 26 April. 

Al-Sudani merupakan sebuah surat kabar harian di Sudan yang diketahui memiliki hubungan dengan Bashir. Bashir digulingkan oleh militer setelah protes massal pada 2019 dan telah menjalani hukuman penjara karena korupsi.

Tentara Sudan mengatakan, pria berusia 79 tahun itu saat ini berada di rumah sakit militer dalam tahanan polisi, dan dipindahkan ke sana sebelum permusuhan pecah.

Bashir dituduh oleh ICC memimpin kampanye pembunuhan massal dan pemerkosaan di wilayah Darfur Sudan, yang dia bantah.

Sementara itu Haroun menghadapi 20 dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan dan 22 dakwaan kejahatan perang yang juga diduga dilakukan di wilayah Darfur antara tahun 2003 dan 2004 saat menjabat sebagai menteri dalam negeri negara tersebut. Tuduhannya termasuk pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan dan penyiksaan.

Haroun sebelumnya juga membantah tuduhan ICC, yang diajukan terhadapnya pada tahun 2007. Dia ditangkap pada 2019 setelah kudeta terhadap Bashir.

Sejak itu, negara ini sering mengalami keresahan dan beberapa upaya kudeta lainnya. Gencatan senjata di Sudan telah memungkinkan beberapa negara untuk mengevakuasi warga negara mereka ke luar negeri.

Penerbangan evakuasi kedua yang menyelamatkan warga Inggris dari Sudan telah mendarat di Siprus, sementara sebuah kapal yang mengevakuasi lebih dari 1.600 orang dari puluhan negara kini telah tiba di Arab Saudi.

Volker Perthes, yang merupakan utusan khusus PBB untuk Sudan dan saat ini berada di negara itu, mengatakan, tampaknya jeda pertempuran selama 72 jam masih diamati di beberapa bagian negara itu. Namun, tembakan dan ledakan dilaporkan terjadi di Khartoum dan kota terdekat Omdurman.

"Belum ada tanda tegas bahwa kedua belah pihak siap untuk bernegosiasi secara serius, menunjukkan bahwa keduanya berpikir bahwa mengamankan kemenangan militer atas yang lain adalah mungkin," kata Perthes.

Gencatan senjata, yang dimulai pada tengah malam waktu setempat (22:00 GMT) pada hari Senin, adalah upaya terbaru untuk membawa stabilitas ke negara itu setelah pertempuran pecah antara tentara dan Pasukan Pendukung Cepat paramiliter (RSF) hampir dua minggu lalu.

Setidaknya 459 orang telah tewas dalam konflik ini sejauh ini, meskipun jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih tinggi. Ribuan lainnya dilaporkan telah melarikan diri dari Sudan dan PBB telah memperingatkan bahwa ini kemungkinan akan terus berlanjut.

Ada juga kekhawatiran bagi mereka yang tertinggal, dengan perkiraan 24.000 wanita hamil saat ini berada di Khartoum yang diperkirakan akan melahirkan dalam beberapa minggu mendatang.

Perthes juga mengatakan bahwa banyak rumah, rumah sakit, dan fasilitas umum lainnya telah rusak atau hancur di daerah pemukiman dekat markas besar tentara dan bandara di Khartoum selama pertempuran.