Erupsi Dahsyat Gunung Tambora Berimbas Kekalahan Napoleon dalam Pertempuran Waterloo
JAKARTA – Sejarah dunia pada 17 April 1815 mencatat letusan maha dahsyat Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Proses erupsi yang dimulai sejak 5 April hingga mencapai puncaknya 12 hari kemudian, menewaskan setidaknya 100 ribu orang baik langsung maupun tidak langsung.
Erupsi Gunung Tambora menjadi yang terbesar, yang pernah dicatat dalam daftar sejarah letusan gunung api di seluruh dunia.
Erupsi Tambora sama sekali tidak diduga, mengingat gunung bertipe stratovolcano tersebut sudah tidur selama ribuan tahun. Sejak pertama kali menunjukkan gejala hingga erupsi, Tambora mengalami beberapa kali letusan.
Letusan pertama tercatat pada 10 April, dengan lontaran abu mencapai ketinggian 32 kilometer. Abu vulkanik menutupi Sumbawa dengan ketebalan mencapai 1,5 meter.
Lima hari kemudian, Tambora kembali melontarkan partikel-partikel dari dalam perut bumi. Kali ini letusannya jauh lebih dahsyat, sehingga menutupi sinar matahari selama beberapa hari.
Tak hanya itu, partikel batuan panas yang tercebur ke laut menyebabkan ledakan uap, juga tsunami dalam skala sedang. Skala dahsyat letusan Gunung Tambora bisa diukur dari berkurangnya tinggi gunung. Jika sebelum erupsi Tambora memiliki tinggi 4.200-an meter, maka setelah meletus ketinggian gunung itu tinggal tersisa 2700-an meter.
Mengacaukan Iklim Dunia
Satu hal yang juga diakui sebagai kehebatan letusan Gunung Tambora adalah kemampuannya mengubah iklim dunia. Begitu banyak partikel debu yang dilontarkan ke atmosfer sehingga menghalangi sinar matahari, membuat bumi mendadak mendingin.
Pengaruhnya tak hanya terasa pada April saja, melainkan hingga beberapa bulan berikutnya. Benua Eropa yang seharusnya sedang merasakan musim panas pada Juni hingga Juli, mendadak mengalami musim dingin. Salju dan es meliputi Benua Biru, berakibat kekacauan segala rencana.
Salah satu peristiwa sejarah yang dianggap sebagai akibat erupsi Gunung Tambora, adalah kekalahan Napoleon Bonaparte dalam pertempuran di Waterloo (Belgia) pada 18 Juni 1815.
Dari hasil penelitian sejarawan di Eropa, kondisi dingin dan basah di Belgia pada musim panas membuat strategi yang sudah disusun Napoleon berantakan. Pergerakan pasukan Kaisar Prancis tersebut melambat, sehingga musuh-musuh mampu menjebak mereka di tengah pertempuran.
“Victor Hugo dalam novel Les Miserables berkata soal Pertempuran Waterloo: langit mendung yang tidak sesuai dengan musim sudah cukup untuk menyebabkan keruntuhan dunia. Sekarang kita selangkah lebih dekat untuk memahami peran Tambora dalam pertempuran itu,” menurut Dr. Matthew Genge, dosen senior di Department of Earth Science and Engineering at the Imperial College London dalam Jurnal Geologi berjudul The 11 Biggest Vocanic Eruption in History yang diterbitkan 21 Agustus 2018.
Korban yang terdampak langsung akibat letusan disebutkan sekitar 10 ribu orang. Selebihnya ada sekitar 80 ribu orang yang tewas karena menderita kelaparan akibat gagal panen, dan wabah penyakit.
Baca juga:
- Laga Tom Sayers vs John Heenan, 17 April 1860: Sejarah Pertarungan 2 Jam 27 Menit yang Mengubah Tinju Dunia
- Sejarah Hari Ini, 16 April 1952: Kopassus TNI AD Dibentuk untuk Menumpas Pemberontakan RMS
- Sejarah Hari Ini, 15 April 1912: Kapal Titanic Tenggelam di Samudera Atlantik
- Presiden Soeharto Minta Pekerja Migran Tak Sering-Sering Mudik Lebaran