Penguasa Militer Mali Gunakan Tentara Bayaran Rusia, DK PBB Serukan Peninjauan Ulang Pengiriman Pasukan Perdamaian

JAKARTA - Anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa pada Hari Rabu menyerukan peninjauan operasi penjaga perdamaian di Mali (Minusma), seiring peningkatan ketegangan dengan penguasa militer negara di Afrika barat itu, terkait penggunaan tentara bayaran dari Grup Wagner Rusia.

Barbara Woodward, Duta Besar Inggris untuk PBB memperingatkan dewan, tidak bisa "bisnis seperti biasa" ketika datang ke Minusma.

"Kita harus siap untuk beradaptasi dan memfokuskan kembali misi, meninjau setiap dukungan yang membawa risiko terhadap kredibilitas dan reputasi PBB," terang Woodward, melansir The National News 13 April.

Peringatan itu muncul saat Dewan Keamanan PBB sedang mempertimbangkan tiga opsi yang diajukan oleh Sekretaris Jenderal Antonio Guterres untuk masa depan misi pemeliharaan perdamaian: memperbesar ukurannya, mengurangi pengaruhnya, atau menarik pasukan dan polisi dan mengubahnya menjadi misi politik.

Mali telah berjuang melawan krisis keamanan dan politik sejak ekstremis keagamaan dan pemberontakan separatis mulai melakukan serangan di utara pada 2012.

Misi stabilisasi PBB, Minusma – terdiri dari sekitar 15.000 tentara – dikerahkan di negara Sahel setahun berikutnya, untuk membantu mengembalikan negara itu ke tatanan konstitusional.

Militer Mali menggulingkan pemerintah pada Agustus 2020, setelah protes rakyat terhadap kegagalannya menghentikan para pemberontak.

Minusma adalah salah satu operasi perdamaian paling berbahaya untuk "helm biru", menurut PBB. Sejak didirikan, 168 penjaga perdamaian telah kehilangan nyawa mereka saat menjalankan misi.

Menggemakan sentimen yang diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Antonio Guterres dalam ulasannya tentang Minusma, diplomat AS Jeffery DeLaurentis mengatakan, keberhasilan misi tersebut "bergantung" pada kerja sama penuh dari otoritas Mali.

"Dewan Keamanan tidak bertanggung jawab untuk terus mengerahkan pasukan penjaga perdamaian dalam kondisi di mana mereka tidak dapat berhasil," terangnya.

Sementara itu, Alex Vines, pakar Afrika di Chatham House Inggris, mengatakan kepada The National News bahwa misi, yang akan menandai ulang tahun ke-10 bulan ini, harus "ditarik" setelah Juni.

"Mereka (Minusma) semakin gagal memenuhi mandatnya dan junta Mali semakin sering menggunakannya sebagai kambing hitam atas kegagalannya sendiri," jelas Vines.

Sementara itu, Nicolas de Riviere, Duta Besar Prancis untuk PBB, menggarisbawahi peran pasukan penjaga perdamaian dan mencatat, "keputusan yang diperlukan" harus dibuat agar Minusma dapat memenuhi misinya.

"Seperti semua operasi penjaga perdamaian, Minusma memiliki mandat hak asasi manusia dan harus dapat menjalankan tugasnya tanpa hambatan," terangnya.

"Dalam hal ini, tidak wajar jika kami masih belum mendapat informasi tentang pembantaian Moura, yang dilakukan lebih dari setahun yang lalu dengan, seperti yang kami ketahui, keterlibatan Grup Wagner. Mereka yang bertanggung jawab harus diadili," tandasnya.

Grup Wagner - sebuah jaringan yang menyediakan tentara bayaran yang didirikan oleh Yevgeny Prigozhin, sekutu Presiden Rusia Vladimir Putin - telah beroperasi di Mali, meskipun bukti yang dikumpulkan oleh PBB menunjukkan keterlibatannya dalam pelanggaran hak asasi manusia yang meluas.

Terpisah, Human Rights Watch mengatakan tentara Mali dan pejuang asing mengeksekusi 300 warga sipil pada Maret tahun lalu di Moura.

Pasukan Mali beroperasi bersama-sama dengan tentara asing, kata Human Rights Watch. Para pejuang itu diyakini orang Rusia, karena laporan saksi menyebut mereka bukan orang yang bisa berbahasa Prancis.

Pada Bulan Januari, pakar hak asasi manusia PBB menyerukan penyelidikan atas aktivitas Grup Wagner di Mali.

Diketahui, Prancis, Inggris dan Jerman mengakhiri penempatan Minusma selama tiga tahun di Mali karena ketegangan dengan otoritas transisi, serta keputusan negara tersebut untuk bergabung dengan tentara bayaran Rusia.

Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Hari Rabu, negaranya tetap "berkomitmen pada kawasan".