Jokowi Minta RUU Perampasan Aset Segera Disahkan, DPR Justru Tunggu 'Bola' dari Pemerintah
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Didik Mukriyanto merespons pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset segera diselesaikan dan disahkan menjadi Undang-Undang.
Didik mengatakan, DPR justru tengah menunggu bola dari pemerintah untuk mulai membahas RUU yang masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2023 ini.
Pasalnya, kata Didik, RUU Perampasan Aset merupakan RUU inisiatif Pemerintah. Karena itu, dia menegaskan, penyiapan naskah akademik dan draft RUU-nya menjadi tanggung jawab pemerintah.
"Sepengetahuan saya, naskah akademik dan draft RUU-nya sedang dilakukan harmonisasi lintas kementerian di level pemerintah. Tentu setelah final, Presiden akan mengirimkan melalui surpres-nya ke DPR. Setelah diterima DPR, maka proses pembahasannya baru bisa dilakukan," ujar Didik kepada VOI, Rabu, 5 Maret.
"Kami di DPR menunggu kesiapan pemerintah. Kami tahu RUU ini sangat dibutuhkan, kami pasti akan bahas segera setelah ada surpres dan penunjukan wakil pemerintah diterima DPR. (Tapi) Bolanya masih di pemerintah, seberapa cepat RUU itu bisa disahkan, untuk saat ini sangat tergantung kecepatan presiden mengirim naskah akademik dan RUU-nya ke DPR," sambungnya.
Didik menjelaskan, RUU Perampasan Aset menjadi instrumen penting dalam mendukung agenda pemberantasan korupsi dan kejahatan ekonomi secara utuh.
Menurutnya, dengan dinamika kejahatan ekonomi termasuk korupsi yang semakin kompleks dan dinamis, RUU Perampasan Aset ini sangat urgen untuk efektifitas dan penguatan upaya pemberantasan kejahatan ekonomi termasuk korupsi.
"RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ini menjadi agenda penting untuk dapat segera dibahas dan diundangkan," tegas Didik.
Legislator Demokrat itu lantas mengungkap beberapa hal yang melandasi pentingnya RUU Perampasan Aset untuk segera disahkan menjadi UU.
Pertama, pemberantasan tindak pidana ekonomi termasuk korupsi, narkoba, perpajakan, tindak pidana di bidang keuangan, dan lainnya tidak sepenuhnya utuh berhasil.
Disebut Didik, pencegahan dan penindakannya masih belum menunjukkan efek jera yang signifikan dan memadai. Idealnya, kata dia, perampasan aset hasil tindak pidana bisa menjadi salah satu faktor efek jera bagi pelaku dalam kejahatan ekonomi.
"Mengingat tidak sedikit, aset hasil tindak pidana tetap dapat dinikmati oleh pelaku meskipun sudah menjalani masa hukuman," katanya.
Baca juga:
- Polda Sumut Pastikan Kematian Bripka Arfan Saragih Minum Racun Sianida, Korban Cari Cara Bunuh Diri Lewat Situs
- Polri Sebut 9 Senpi Ilegal Dito Mahendra Tak Terkait Kasus TPPU Mantan Sekretaris MA
- Didakwa Memberikan Uang Tutup Mulut dan Rusak Integritas Pemilu 2016, Donald Trump: Tidak Bersalah
- Kepala Intelijen Ungkap Barat Bujuk Georgia Buka Front Kedua Melawan Rusia
Kedua, kejahatan ekonomi selalu berkembang seiring dengan kemajuan informasi dan teknologi. Kejahatan ekonomi ini, jelas Didik, semakin canggih atau bisa dikatakan sebagai kejahatan sophisticated. Kejahatan yang dilakukan melalui berbagai cara financial engineering dan legal engineering dengan tujuan agar dapat mengelabui aparat penegak hukum, mempersulit proses hukum di pengadilan, dan mempersulit proses penyitaan yang dilakukan secara konvensional.
Ketiga, recovery asset kerugian negara ataupun kerugian sosial-ekonomi dari sejumlah kejahatan ekonomi masih belum optimal dan masih belum bisa membantu pengembalian keuangan negara secara utuh.
"Keempat, dalam penindakan kejahatan tindak pidana pencucian uang, dalam prakteknya masih terkendala kurang progresifnya peraturan perundangan-undangan terkait penyitaan aset yang diduga hasil tindak pidana," jelasnya.
Kelima, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ke depan diharapkan mampu menjadi solusi yang komprehensif dalam menangani persoalan aset tindak pidana yang terkendala karena tersangka atau terdakwa meninggal dunia, melarikan diri, sakit permanen, atau tidak diketahui keberadaannya.
Keenam, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana juga diharapkan secara formil dapat menjawab harapan publik terkait dengan pemberantasan kejahatan ekonomi termasuk narkoba, perpajakan, terorisme, tindak pidana di bidang keuangan, dan lainnya.
"Dalam satu perspektif, bisa dikatakan bahwa perampasan aset hasil tindak pidana jauh lebih penting dan berkeadilan ketimbang mengkonstruksi hukuman mati," terang Didik.
Karena itu, Didik berharap, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ini bisa menjadi terobosan dalam upaya memberantas dan menekan angka kejahatan ekonomi secara utuh demi terwujudnya rasa keadilan publik.
"Sepenuhnya saya mendukung dan berharap agar RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ini dapat dibahas dan diundangkan segera, agar perampasan aset dapat dilakukan terhadap harta hasil kejahatan tanpa kendala aturan hukum acara yang belum memadai," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mendorong DPR agar segera menyelesaikan RUU Perampasan Aset untuk kemudian disahkan menjadi UU. Diketahui, saat ini pembahasan RUU tersebut mandek di DPR tiga tahun sejak diajukan oleh pemerintah.
"RUU Perampasan Aset itu memang inisiatif dari pemerintah dan terus kita dorong agar itu segera diselesaikan oleh DPR. Dan ini prosesnya sudah berjalan," ujar Jokowi.