JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset diminta segera dibahas di DPR agar pejabat melaporkan harta kekayaannya dengan benar.
Permintaan ini disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri yang menyatakan sudah sepakat dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong perundangan itu segera dibuat.
"Kita dan presiden bersepakat untuk meminta DPR dan pemerintah melakukan pembahasan RUU untuk menjadi UU Perampasan Aset," kata Firli kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 2 Maret.
Firli menyebut RUU Perampasan Aset ini dinilai sebagai langkah strategis sehingga pejabat tak sembarangan menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Dia ingin pelaporan ini makin efektif.
"Salah satu kontrol kita (terhadap penyelenggara negara, red) adalah melalui LHKPN. Itu kita efektifkan lagi," tegasnya.
"Setiap tahun kita memang melakukan pemeriksaan. Anda bisa bayangkan lebih dari hampir 500 ribu penyelenggara yang wajib lapor," sambung Firli.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mendorong RUU Perampasan Aset segera disahkan. Pernyataan ini disampaikan pada Selasa, 7 Februari lalu.
"Saya mendorong agar RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dapat segera diundangkan dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal segera dimulai pembahasannya," kata Jokowi seperti dilansir Antara.
Rancangan perundangan ini diketahui sudah 10 tahun tidak pernah dibahas DPR RI padahal diusulkan sejak 2012. Padahal, perundangan ini penting karena Indonesia telah menyerahkan instrumen ratifikasi atas United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) dan United Nations Convention Against Transnational Organized Crimes (UNCTOC) beberapa tahun lalu sebagai rujukan pembentukan RUU Perampasan Aset.