Emotional Eating, Makan Tak Terkontrol Akibat Dorongan Emosi

JAKARTA – Aktivitas makan dilakukan karena dorongan lapar. Berbeda dengan emotional eating yang didorong oleh kondisi emosional.

Umumnya, kondisi emosional yang negatif seperti stres, tertekan, jenuh, bosan, sedih, dan lain-lain menyebabkan makan jadi tak terkontrol.

Makan dilakukan untuk mendapatkan nutrisi yang diperlukan tubuh. Ketika sehari-hari beraktivitas, tentu tubuh membutuhkan nutrisi yang lebih banyak dibanding ketika berdiam diri.

Melansir dari Healtline makan yang didorong rasa lapar dan emosional sulit untuk dibedakan.

Jika seseorang makan dengan teratur setiap hari dan mengenali porsi masing-masing, saat mengalami emotional eating tentu akan lebih mudah dikenali. Mungkin, penyebabnya juga akan lebih disadari dan mudah diatasi.

Ketika mengalami situasi yang membutuhkan kewaspadaan tinggi, secara natural tubuh akan mengeluarkan hormon kortisol. Hormon ini juga pemicu makan banyak berdasarkan dorongan emosi.

Pada akhirnya, orang akan mencari makanan yang bisa membuat lebih nyaman. Selain hasrat makan yang meningkat, pikiran juga jadi susah fokus.

Emotional eating berkemungkinan besar dalam menentukan angka timbangan yang menunjukkan berat badan. Apalagi jika terus-menerus makan berdasarkan kondisi emosi, bukan karena rasa lapar. Yang artinya lebih jauh, menurunnya kesehatan tubuh serta mental perlu segera diatasi.

Sebanyak 40 persen orang yang merasa stres akan makan lebih banyak tanpa berpikir panjang. Sedangkan 40 persen sisanya lebih memilih makan sedikit dan 20 persennya tidak mengalami perubahan pada pola makannya saat mengalami stres.

Secara tidak langsung, emotional eating terbentuk dari pola hidup lingkungan. Sejak kecil, jika orang terdekat sering menawarkan makanan enak atau yang bisa menenangkan ketika sedang sedih atau emosi negatif lainnya, maka akan menjadi kebiasaan.

Kebiasaan ini terbentuk dari mengkonsumsi makanan enak sebagai reward karena telah mengalami masa-masa sulit.

Yang lebih parah, makan banyak tak terkendali dan dengan sembunyi-sembunyi disebut dengan binge eating.

Kedua gangguan makan ini memiliki penyebab yang sama, tetapi responnya yang berbeda. Jika emotional eating masih memilih makanan tertentu yang menyamankan. Tetapi binge eating mampu menghabiskan makanan dalam jumlah besar.

Gangguan makan yang lain misalnya, anorexia juga tak hanya dipengaruhi kondisi emosional dan psikologis. Faktor hormonal juga memengaruhi, seperti tingkat serotonin yang menekan nafsu makan hingga pada tingkat yang ekstrem.

Masalah makan, pada dasarnya berhubungan dengan dua aspek. Yang terlihat dengan jelas adalah kondisi fisik, seperti campur tangan hormon, dan kondisi mental seseorang.

Untuk mengatasinya, perlu mengenali rasa lapar dan menemukan cara-cara positif untuk memperbaiki suasana hati.