Bagikan:

JAKARTA – Makanan dipandang sebagai sebuah anugerah dari Allah SWT yang patut disyukuri dan tidak boleh dihambur-hamburkan. Tapi sayang, makanan yang terbuang saat Ramadan masih menjadi masalah di Indonesia.

Ramadan adalah bulan yang istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia. Mengutip laman Badan Amil Zakat Nasional, ada beberapa keutamaan Ramadan yaitu bulan diturunkannya Al-Quran, terapat malam lailatul qadar, dibukakan pintu surge dan ditutupnya pintu neraka, serta diwajibkan berpuasa Ramadan.

Perintah puasa Ramadan tertuang dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 183, yang memiliki arti “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Caption

Selain sebagai sarana penghambaan umat manusia kepada Allah swt, puasa juga memiliki sejumlah tujuan, satu di antaranya melawan hawa nafsu, termasuk nafsu membeli makanan dalam jumlah banyak yang berujung sia-sia.

Namun sayang, banyaknya makanan yang terbuang saat Ramadan masih menjadi isu yang menyita perhatian sampai sekarang. Indonesia sendiri masih menghadapi darurat sampah makanan, yang menempatkan negara berpenduduk 200 juta jiwa lebih ini menempati peringkat empat di dunia.

Emotional Eating Saat Puasa

Laporan United Nations Environment Programme (UNEP) dengan judul Food Waste Index 2021 mencatat, total sampah makanan di Indonesia mencapai 20,93 juta ton per tahun. Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat empat negara pencetak sampah makanan terbesar di dunia, setelah China, India, dan Nigeria. Bahkan di Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat pertama negara dengan sampah makanan tertinggi.

Sementara itu, dari kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dari 2000 sampai 2019, Indonesia membuang sampah makanan hingga 23-49 juta per tahun atau setara 115-185 kilogram per kapita dalam satu tahun.

Selain bermasalah bagi lingkungan, makanan yang terbuang juga memberikan kerugian dari sisi ekonomi sekitar Rp231 sampai Rp551 triliun per tahun. Jumlah tersebut seharusnya bisa memberi makan sampai 40 persen populasi Indonesia.

Peserta Aksi Bersih Negeri memeriksa sampah yang dikumpulkan dalam aksi bersih sampah di Aksi Bersih Negeri di Kabupaten Karawang, Jawa Barat pada Jumat (8/3/2024). (Antara/Prisca Triferna)

Lalu, mengapa food waste atau sampah makanan masih terjadi saat Ramadan, padahal logikanya ketika berpuasa masyarakat seharusnya bisa lebih menahan diri untuk tidak membeli makanan dalam jumlah banyak, yang ujung-ujungnya berakhir di tempat sampah.

Nafsu makan yang menggebu setelah berpusa selama seharian memang seringkali memunculkan laper mata dan ingin menyantap berbagai makanan. Kalap membeli makanan untuk berbuka bisa disebut dengan emotional eating. Menurut ahli gizi Rita Ramayulis DCN, MKes, emotional eating adalah keadaan di mana seseorang memiliki keinginan makan yang berlebihan. Selama berpuasa, emotional eating cenderung tinggi karena kondisi sedang lapar.

Padahal, setelah selama kurang lebih 12 berpuasa, tubuh butuh penyesuaian untuk menerima makanan. Tak jarang banyak makanan tersisa dan berbuntut menjadi sampah karena memang tidak perlu makan berlebih saat buka puasa.

Surat Al’A’Raf Ayat 31

Menurut survei Dinas Kebersihan DKI Jakarta pada 2016, volume sampah meningkat sebesar 10 persen pada 10 hari pertama Ramadan, dan semuanya didominasi oleh sampah makanan.

Meningkatnya sampah makanan saat Ramadan adalah fakta yang menyedihkan. Ustad Muhammad Azhari Nasution dalam Kajian Ummah4Earth mengatakan ketika seseorang tidak berhasil menahan nafsu mengambil berbagai makanan saat berbuka, berpotensi menimbulkan sampah makanan.

Dalam Islam, ajaran supaya tidak membuang makanan terdapat dalam Al-Quran Surat Al-A’raf ayat 31 yang artinya “Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid dan makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.”

Rasional dalam membeli makanan bisa menjadi salah satu cara menghindari food waste saat Ramadan. (Unsplash)

“Islam memandang makanan itu di tengah-tengah, artinya tidak boleh berlebihan, porsi tidak terlalu banyak supaya tidak ada buang-buang makanan,” kata Ustad Azhari di kanal YouTube Green Peace Indonesia.

“Mengapa food waste terjadi? Itu karena orang menyetok makanan terlalu banyak, yang berakhir tidak kemakan dan malah busuk, expired, dan sebagainya,” imbuhnya.

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, memiliki potensi peningkatan jumlah sampah makanan jika saat Ramadan ini tidak mampu menahan diri untuk membeli makanan tidak sesuai kebutuhan.

“Jadilah muslim rasional bukan emosional soal makanan. Kadang kita konsumsi makanan bukan karena butuh, tapi karena emosional,” kata Ustad Azhari lagi.

Fenoma sampah makanan di Indonesia adalah sebuah ironi. Di satu sisi kesadaran soal food waste masih rendah, padahal di sisi lain sekitar 20 persen populasi di Tanah Air mengalami kelaparan. Ada baiknya Ramadan ini dimanfaatkan sebagai ajang untuk menahan nafsu, termasuk nafsu membeli makanan secara berlebihan.