Pemerintahan Biden Meminta Pemilik TikTok Melepaskan Saham Atau Menghadapi Kemungkinan Larangan di AS
JAKARTA - Pemerintahan Presiden Joe Biden meminta pemilik TikTok, ByteDance, yang berasal dari China untuk melepaskan saham mereka dalam aplikasi video populer tersebut atau menghadapi kemungkinan larangan di Amerika Serikat. Hal ini pertama kali dilaporkan Wall Street Journal, mengutip sumber yang mengetahui masalah ini.
Langkah ini akan menjadi yang paling dramatis dalam serangkaian tindakan baru-baru ini oleh pejabat dan legislator Amerika Serikat yang telah meningkatkan kekhawatiran bahwa data pengguna TikTok di Amerika Serikat dapat diserahkan kepada pemerintah China. TikTok kini memiliki lebih dari 100 juta pengguna di Amerika Serikat. Menanggapi laporan itu Gedung Putih menolak untuk berkomentar.
Sementara Juru bicara TikTok, Brooke Oberwetter, mengatakan dalam sebuah pernyataan kepada Reuters menyatakan bahwa "jika melindungi keamanan nasional adalah tujuannya, melepaskan saham tidak akan menyelesaikan masalah: perubahan kepemilikan tidak akan memberlakukan batasan baru pada arus data atau akses."
Chief Executive Officer TikTok, Shou Zi Chew, dijadwalkan akan muncul di depan Kongres Amerika Serikat minggu depan.
Setiap larangan di Amerika Serikat akan menghadapi hambatan hukum yang signifikan. Sebelumnya Pemerintahan Presiden Donald Trump mencoba pada tahun 2020 untuk melarang TikTok tetapi terhambat oleh serangkaian putusan pengadilan.
Baca juga:
- Firefly Aerospace Gunakan Roket Blue Ghost untuk Mengirimkan Payload NASA ke Bulan pada 2026
- Ekstensi Palsu ChatGPT Menyerang Pengguna Facebook dan Chrome, Ribuan Mungkin Tercompromi
- NASA Pilih Firefly Aerospace untuk Kirim Lander ke Sisi Jauh Bulan pada 2026
- Siap-siap! Citizen Sleeper Akan Meluncur di PS4 dan PS5 pada Akhir Bulan Ini
TikTok dan Komite Investasi Asing di Amerika Serikat (CFIUS) yang dipimpin oleh Departemen Keuangan Amerika Serikat telah bernegosiasi selama lebih dari dua tahun tentang persyaratan keamanan data.
TikTok mengatakan telah mengeluarkan lebih dari 1,5 miliar dolar AS (Rp23,2 triliun) untuk upaya keamanan data yang ketat dan menolak tuduhan spionase. Wall Street Journal mengatakan CFIUS baru-baru ini membuat permintaan penjualan tersebut. Juru bicara Departemen Keuangan menolak untuk berkomentar.
TikTok mengatakan pada Rabu 15 Maret bahwa "cara terbaik untuk mengatasi kekhawatiran tentang keamanan nasional adalah dengan perlindungan data dan sistem pengguna AS yang transparan dan berbasis di AS, dengan pemantauan, pengujian, dan verifikasi pihak ketiga yang kuat."