647 Orang Meninggal di Barito Utara Kalteng Masih Terdaftar Pemilih Pemilu 2024
MUARA TEWEH - Sebanyak 647 orang yang telah meninggal dunia di Barito Utara, Kalimantan Tengah (Kalteng) masih terdaftar pemilih Pemilu 2024. Validasi pemilih terus dilakukan untuk mematikan jumlah pemilih di Pemilu 2024.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Barito Utara, Latifah Tri Rahayu mengungkapkan sebanyak 647 orang yang telah meninggal dunia masih terdaftar saat pantarlih melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih Pemilu 2024.
"Temuan itu pada saat coklit mulai 12 hingga 19 Februari serta uji petik pada tanggal 20 Februari sampai dengan 14 Maret 2023," kata Latifah Tri Rahayu dikutip ANTARA, Senin 13 Maret.
Menurut dia, dari hasil uji petik yang dilakukan oleh panwaslu pada sembilan kecamatan se-Barito Utara, juga terungkap beberapa masalah seperti orang meninggal masuk daftar pemilih. Warga tak mau di-coklit karena alasan tidak mendapatkan bantuan langsung tunai (BLT).
Disebutkan oleh Latifah bahwa ada rumah belum ditempel stiker pendataan pemilih, ditemukan warga yang bukan penduduk setempat, kemudian ada pula satu nama ber-NIK ganda.
Sementara itu, anggota Bawaslu Provinsi Kalteng Winsi Kuhu mengatakan bahwa bawaslu menjalankan tugas sesuai dengan regulasi terkait dengan tahapan coklit data pemilih.
Winsi tak menampik sejak Pemilu 1999 data pemilih menyisakan persoalan sehingga perlu ada perbaikan setiap pemilu.
"Harus ada sinkronisasi data pemilih sehingga hak konstitusional warga negara terjamin. Kami siapkan data pemilih secara akurat, termasuk mengakomodasi warga yang berada di luar Kalteng," kata dia.
Mengenai validasi dan keakuratan data, penyelenggara pemilu akan mencoret nama yang sudah meninggal. Akan tetapi, tanpa adanya akta kematian nama masih ada di database.
Anggota KPU Kabupaten Barito Utara Siska menjelaskan bahwa pihaknya awal menerima data sinkronisasi dari KPU dari Kemendagri.
"Kami temukan nama masih tercatat, padahal yang bersangkutan sudah meninggal," kata Siska.
Pada pemilu kali ini, kata dia, pemutakhiran data bersifat de jure, artinya tidak ada bukti administrasi maka tidak bisa mencoret data seseorang secara semena-mena.
"Kawan-kawan parntarlih tidak bisa mencoret atau membuat TMS (tidak memenuhi syarat). Dicoret bisa, asalkan ada keterangan kematian dari perangkat desa atau akta kematian dari dinas dukcapil," katanya lagi.
Dengan demikian, seseorang memiliki data ganda, di bawah umur, atau berstatus TNI/Polri, kata Siska, harus ada bukti secara tertulis atau bukti administratif.
Baca juga:
- Demokrat Akui Tujuan Safari Politik Anies ke Daerah 'Pemilih Prabowo' Strategi Menangkan Pilpres 2024
- Mendagri Berharap Partisipasi Pemilu 2024 Tidak Kurang dari 81,4 Persen
- Gerindra Dukung Pemilu Proporsional Terbuka: Beri Kesempatan Masyarakat Tentukan Pilihan
- Bawaslu Sultra Ajak Pemilih Milenial Tolak Politik Uang di Pemilu 2024
Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan dan Pemanfaatan Data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Barito Utara Hendra Erwitasyah membenarkan data kematian menjadi masalah klasik.
"Selama ahli waris atau keluarga tidak melaporkan, kami tidak bisa menghapus NIK. Kami minta kades/lurah untuk mendata. Akan tetapi, warga sering merasa tak ada kepentingan dengan akta kematian. Biasanya hanya PNS yang melaporkan kematian," kata Hendra.