Eksklusif Kiki Narendra Menata Jejak Akting Lewat Penguatan Karakter yang Dimainkan
JAKARTA - Perjalanan karier setiap aktor punya ceritanya masing-masing. Kiki Narendra merupakan salah satu aktor yang punya cerita unik yang menarik untuk dilihat. Mengenal akting lewat panggung teater sejak tahun 2009, aktor yang kini berusia 43 tahun itu baru memutuskan fokus menjalani karier di dunia perfilman pada tahun 2018.
“Kalau mau flashback sedikit, 2018 itu sebenarnya awal-awal aku memutuskan masuk ke industri ini, benar-benar full bekerja di industri ini. Karena sebelumnya sempat ada beberapa kejaan juga, training dan macam-macam,” ungkap Kiki Narendra saat mengunjungi kantor VOI beberapa waktu lalu.
Pernah bermain dalam beberapa film sebelumnya, seperti Tampan Tailor (2013, Bangkit (2016) dan Night Bus (2017), terhitung sejak tahun 2018 hingga saat ini Kiki sudah terlibat dalam puluhan judul film dan series.
Terbaru, Kiki bermain dalam film Pesugihan: Bersekutu dengan Iblis yang dirilis pada 23 Februari 2023 kemarin. Serupa dengan banyak film lainnya, Kiki kembali didapuk menjadi pemeran pendukung yang memerankan karakter tukang kebun.
Kiki sendiri menilai bahwa karakternyanya dalam Pesugihan: Bersekutu dengan Iblis punya peran cukup penting, meski bukan sebagai pemeran utama. “Memang peran ini menantang ya, karena tukang kebun ini perannya cukup penting. Nanti dia akan jadi pembeda dalam film ini, jadi game changer-nya lah istilahnya,” katanya.
“Awal mula memang mainnya itu harus kalem, gak kelihatan, tapi nanti ending-nya ya bisa dilihat sendiri lah,” sambungnya.
Tidak banyak aktor yang punya keberuntungan seperti Kiki Narendra, meski menjadi pemeran pendukung, penampilannya kerap memberi kesan tersendiri bagi para penonton. Namun, ia punya cara tersendiri untuk meraih keberuntungannya itu.
“Kita dapat karakter apa, kita dapat skrip apa, ya kita coba menjalankan itu dengan sebaik-baiknya,” ucap Kiki.
“Di rumah kita ngerjain PR (pekerjaan rumah), kalau ada reading ya kita datang, ngobrol sama beberapa karakter-karakter lain, cari koneksinya, ngobrol sama sutradara, kalau ada kesempatan juga nanya sama penulisnya,” lanjutnya.
Kesetiaan Kiki menjalani peran-peran kecil juga dijalani dengan “jurus” tersendiri. Dari guru dan mentornya, Slamet Rahardjo, Kiki selalu memanfaatkan setiap adegan yang diberikan dengan semaksimal mungkin.
“Saya dulu dikasih semacam jurus dari guru saya, Pak Slamet Rahardjo, dia bilang ‘Gak apa-apa Ki, kamu main film scene-nya sedikit itu gak apa-apa, yang penting nyolong’. Nah, jadi gak perlu banyak-banyak scene-nya, yang penting nyolong dan penonton itu tahu kalau keberadaan kamu di situ itu penting, penonton akan mengingat kamu penting,” tuturnya.
“Kalau misalkan kamu baca skrip kemudian kamu merasa bahwa ‘Ini sih orang lain juga bisa’, itu udah salah. Kalau orang lain bisa, berarti kamu harus jauh lebih bisa dari mereka, kamu harus bikin tokoh itu berkesan dan nempel ke penonton. Sebenarnya yang aku pegang sih itu aja. Jadi bukan sengaja untuk nyolong atau gimana, ya kita jalanin aja pekerjaan rumahnya,” sambungnya.
Sosok Kiki Narendra belakangan juga identik dengan film-film horor. Beberapa film horor yang sukses menarik atensi, seperti KKN di Desa Penari (2022) dan Pengabdi Setan 2: Communion dimainkan Kiki dengan baik hingga berhasil memberi kesan tersendiri bagi penonton.
Meski mengaku sebagai sosok penakut, lewat penampilannya dalam banyak film horor, Kiki secara tak sadar menjadikan genre horor sebagai salah satu genre film favoritnya, di samping genre science fiction.
Baginya, horor punya kelebihan yang tidak dimiliki genre lain. “Kalau lu nonton film horor, itu kelihatan, skripnya itu bagus apa enggak itu kelihatan. Bagaimana awal cerita, membangunnya, membawa cerita sampai ke mana, yang seperti itu saya nikmati sekali. Kayak ada jump scare, itu tuh yang buat kita pulang dari bioskop dan merasa terkesan,” kata Kiki.
Terkait pandangan yang melihat pekerjaan seorang aktor adalah pekerjaan yang mudah, terutama aktor pemeran pendukung, Kiki Narendra sama sekali tidak sependapat. Ia melihat seluruh pekerjaan punya tanggung jawab dan kesulitannya sendiri-sendiri.
Pekerjaan sebagai aktor dalam sebuah proyek film, kata Kiki, perlu memiliki kemampuan untuk bekerja sebagai tim. “Kita di film itu bukan kerja individu, kita itu kerja kolektif, mulai dari lighting sampai PU itu kita rasa penting. Kalau kita di lokasi ngantuk dan gak ada yang bikinin kopi, kalau gak ada mereka yang menyediakan kan juga susah, walaupun bisa bikin sendiri,” katanya.
Baca juga:
“Sebenarnya bukan masalah mudah atau enggaknya, tapi bagaimana kita bisa belajar berkolaborasi dengan teman-teman yang ada di situ. Karena kan banyak kepala nih, bagaimana sutradara, pemain sampai yang megang sound itu satuin visi dulu, kita mau bikin yang kayak gimana nih. Sebenarnya tantangannya kan di situ,” lanjutnya.
Tidak cukup sampai di situ, pekerjaan sebagai seorang aktor yang Kiki istilahkan sebagai “pengrajin manusia baru” menuntut kemampuan untuk menciptakan karakter baru yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan skrip
“Dan itu kan tidak mudah, butuh belajar yang banyak, butuh baca yang banyak, butuh hafalin skrip, butuh pemahaman skrip, butuh diskusi bersama semua yang ada, butuh pengalaman hidup bertahun-tahun bagaimana bisa merasakan rasanya ditinggalkan, rasanya jatuh cinta, rasanya marah, rasanya sedih. Itu melalui proses yang bertahun-tahun sepanjang hidup kita,” ujar Kiki.
Optimisme untuk Dunia Perfilman Indonesia
Sebagai seorang aktor, Kiki Narenda punya kekaguman besar terhadap aktor Hollywood, Tom Hanks. Melalui penampilan Tom dalam film Forrest Gump (1994), Kiki melihat idolanya itu berhasil memainkan sosok sederhana yang memberi kesempurnaan terhadap cerita yang dihadirkan.
Meski karya-karya film Hollywood berada pada level yang berbeda, Kiki melihat beberapa film produksi dalam negeri juga sudah tidak kalah baiknya. Dua judul film yang ia sebut, Autobiography dan Like & Share merupakan film yang membuatnya terkesan.
“Like and Share itu sayang sekali gak banyak yang nonton. Tapi mind blowing banget buat saya, bagaimana mereka membuatnya, dari art-nya, pemainnya, DOP-nya, directing-nya, semuanya itu dikemas denan bagus. Kayak setiap adegan itu benar-bemar dipikirkan,” tuturnya.
Kiki mengatakan jika industri film Indonesia saat ini punya potensi untuk terus berkembang ke arah yang jauh lebih baik. Ia optimis dengan tren positif di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, dimana lebih banyak film dalam negeri yang diproduksi.
Kehadiran platform Over The Top (OTT), Kiki semakin optimis dengan perkembangan industri film dalam negeri. “Beberapa OTT luar pun sudah buka kantor di Indonesia. Berarti otomatis akan banyak konten-konten dari Indonesia yang mereka produksi, akan lebih terbuka lapangan pekerjaan, akan banyak kesempatan bagi teman-teman di Indonesia ini buat berkarya lebih,” katanya.
“Secara kualitas juga semakin meningkat, karena dalam beberapa tahun ini ada beberapa film-film festival Indonesia yang cukup bergaung di luar negeri. Kayak Laura Basuki di Berlin menang, kemudian Nana, Yuni dan Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas,” sambungnya.
Kiki berharap dengan keberadaan OTT, para pelaku di industri perfilman tanah air bisa merubah pola pikirnya untuk membuat karya yang bukan hanya bisa dinikmati masyarakat Indonesia, namun juga masyarakat dunia.
“Film itu udah gak punya passport, akan sangat sayang sekali kalau mindset kita ini film Indonesia dengan pola pikir kita bikin untuk Indonesia. Gak bisa. Tanpa OTT pun, film itu bisa masuk ke Telegram, YouTube dan bisa ditonton seluruh dunia. Kita gak bisa lagi bilang ini film Indonesia hanya ditonton sama yang di sini, semuanya itu udah terbuka teknologinya,” tutur Kiki Narendra.
“Jadi dengan keadaan seperti itu, kalau kita hanya berhenti dan berpuas diri di ranah Indonesia, itu sangat disayangkan. Kita harus berpacu untuk berpikir sekreatif mungkin gimana caranya bisa jadi tontonan dunia. Itu memang level yang berbeda lagi. Tapi kita percaya kalau kita mau terus belajar, kita pasti sampai ke sana. Gua yakin pasti sampai ke sana,” pungkasnya.