KPK Buka Opsi Jerat AKBP Bambang Kayun dengan Pasal Pencucian Uang

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya peluang menerapkan pasal pencucian uang terhadap AKBP Bambang Kayun. Ia diduga membeli dan menyamarkan uang hasil suap dan gratifikasi yang diterimanya.

"Kami arahnya ke sana (pencucian uang, red)," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu, 22 Februari.

Ali memastikan penerapan pasal pencucian uang ditujukan untuk mengoptimalisasi perampasan aset. Sehingga, pelaku dugaan suap dan gratifikasi seperti Bambang tak hanya dipenjara tapi bisa mendapatkan efek jera.

Meski begitu, komisi antirasuah tak mau bicara banyak soal penerapan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) tersebut. KPK masih mencari bukti dengan memeriksa sejumlah saksi, kata Ali.

"Bagaimana kemudian kemungkinan-kemungkinan penerapan pasal tindak pidana pencucian uang apakah ada berdasarkan kecukupan alat bukti, unsur menyamarkan, unsur menyembunyikan, unsur membelanjakan, itu terus kami dalami," jelasnya.

KPK diketahui beberapa kali memanggil saksi untuk mencari tahu penggunaan uang suap dan gratifikasi yang diterima Bambang. Salah satunya, dengan memanggil dua saksi yaitu wiraswasta Herry Susanto dan Direktur PT Sentra Aktiva Indonesia Ricky Salim.

Mereka diminta penyidik menjelaskan perihal uang yang diduga digunakan untuk membeli aset dan berinvestasi. Pemeriksaan keduanya dilakukan pada Senin, 20 Februari.

Diberitakan sebelumnya, AKBP Bambang Kayun Bagus ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi. Penerimaan itu diduga terkait dengan pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia (ACM).

Kasus ini bermula saat adannya laporan ke Bareskrim Mabes Polri terkait dugaan pemalsuan surat hak ahli waris PT ACM. Terlapornya yakni Emilya Said dan Herwansayah yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

Selanjutnya, Bambang diduga menjual informasi dengan iming-iming uang Rp6 miliar dan 1 mobil untuk mengurus dan membantu buronan di kasus itu kabur. Selain itu, Bambang juga diduga menerima Rp50 miliar dari pengurusan kasus lain.

Akibat perbuatannya, Bambang disangkakan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.