Jujur Soal CCTV Hingga Bantu Bongkar Skenario Ferdy Sambo, Terdakwa Irfan Widyanto Berharap Bebas

JAKARTA - Terdakwa kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan tewasnya Yosua alias Brigadir J, AKP Irfan Widyanto berharap majelis hakim menjatuhkan vonis bebas. Sebab, ia merupakan anggota Polri yang jujur dan membantu membongkar skenario Ferdy Sambo.

"Pendapat kami, mengacu pada fakta persidangan, seharusnya klien kami mendapatkan vonis bebas," ujar penasihat hukum Irfan Widyanto, Riphat Senikentara kepada wartawan, Selasa, 21 Februari.

Dalam proses persidangan, Riphat mengatakan ada beberapa hal yang bisa dijadikan pertimbangan majelis hakim. Semisal, kliennya yang mendapat perintah untuk mengganti DVR CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

"Fakta persidangan sudah terlihat dengan jelas bahwa Irfan ini dapat perintah untuk mengganti DVR CCTV dan berkoordinasi untuk menyerahkan ke penyidik Polres Jakarta Selatan dalam rangka pengumpulan barang bukti, perlu diingat bahwa ini atas persetujuan Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan," ungkapnya.

Terdakwa Irfan Widyanto juga tak mengetahui kelanjutan DVR CCTV tersebut usai diberikan kepada penyidik Polres Metro Jakarta.

Termasuk, tidak tahu bila DVR CCTV itu ternyata diserahkan kepada Chuck Putranto atas perintah eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.

"Irfan tidak ada tau apa-apa setelah DVR CCTV itu diserahkan ke Polres Jaksel. Ternyata tanpa sepengetahuan Irfan, oleh Polres Jaksel DVR CCTV yang bisa dijadikan barang bukti tersebut, dikeluarkan dan diserahkan ke orang lain, atas perintah FS," ucap Riphat.

Bahkan, Irfan Widyanto juga diklaim sama sekali tak bila DVR CCTV itu berisi rekaman yang memperlihtakan Brigadir J masih hidup saat Ferdy Sambo datang. Sebab, dalam rangkain kejadian, ia hanya diperintah mengamankan CCTV itu untuk alat bukti kepada Polres Jakarta Selatan.

"Setelah tanggal 9 Juli itu, irfan tidak tau apa-apa, isi dari rekamannya saja tidak tau. Tidak ada baik komunikasi maupun rencana apapun yang Irfan ketahui terkait DVR CCTV tersebut," sebutnya.

"Ini kan sama aja seperti saya memerintahkan karyawan saya beli pisau, pisaunya saya pakai untuk nusuk orang. Ya karyawan saya kan tidak tau apa-apa, masa mau dihukum," sambung Riphat.

Lebih jauh, Riphat juga mengklaim bila kliennya merupakan orang pertama yang membuka fakta soal CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo kepada pimpinan Polri.

Saat itu, ia menyampaikan fakta soal yang memerintahkannya mengambil DVR CCTV itu pada 21 Juli 2022 lalu. Tepatnya, 3 hari setelah pengacara keluarga Brigadir J membuat laporan polisi (LP) terkait pembunuhan berencana. 

"Bahwa Irfan ini yang pertama kali jujur menyampaikan kepada pimpinan Polri loh, kalau tidak salah Eliezer mulai jujur dan membuka fakta yang sebenarnya itu 8 Agustus 2022, sedangkan Irfan sudah menyampaikan fakta yang sebenarnya kepada pimpinan polri sejak 21 Juli 2022," jelasnya.

Sehingga, kejujuran kliennya seharusnya juga dihargai layanya Bharada E oleh majelis hakim. Sebab, Irfan Widyanto menjadi pintu masuk untuk membongkar skenario pembunuhan berencana yang dibuat Ferdy Sambo.

"Jadi kalau bicara kejujuran, artinya Irfan yang lebih jujur, sebelum ada tekanan apapun, Irfan sudah langsung menyampaikan apa adanya pada pimpinan Polri. Baik Eliezer dan Irfan, dua-duanya belum ada yang di sidang kode etik. Saya rasa ini bentuk objektifitas institusi Polri ya, menunggu kepastian hukum secara pidana, sebelum memutuskan nasib anggotanya dalam sidang kode etik profesi," kata Riphat.

Sebagai informasi, dalam kasus ini, Irfan Widyanto diyakni melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sehingga, jaksa penuntut umuk menuntutnya dengan pidana penjara selama satu tahun.

Adapun, Irfan Widyanto akan menjalani persidangan putusan atau vonis Jumat, 24 Februari, mendatang.