Warga Papua Diklaim Tangisi Lukas Enembe yang Ditahan KPK karena Korupsi
JAKARTA - Adik Lukas Enembe, Elius Enembe mengklaim warga Papua menangis karena gubernur mereka ditangkap dan ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap dan gratifikasi. Lukas disebut sebagai pemimpin yang dicintai.
"Saat ini masyarakat Papua sedang berdoa dan menangis karena pemimpin yang mereka cintai, tokoh mereka dibawa keluar," kata Elius kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 21 Februari.
Tak hanya itu, Elius mengklaim warga menangis karena mereka mengetahui Lukas mendapat tindakan tak manusiawi. Dia menuding KPK telah berbohong menyatakan kakaknya dalam keadaan sehat padahal dia sakit ginjal kronis.
Bahkan, klaim Elius, Lukas kini mengidap sakit ginjal stadium lima. Akibat kondisi ini, kakinya bengkak, pipis terus menerus hingga harus menggunakan popok dan sering mengeluarkan air liur.
Selain itu, Lukas disebutnya harus mengonsumsi sembilan atau 10 jenis obat. Hal ini yang membuat masyarakat Papua bersedih.
"Kami di wilayah Papua memiliki keyakinan adat bahwa ketika pemimpin kami diambil dan diperlakukan tidak manusiawi maka tokoh adat, tokoh gereja, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh perempuan dan seluruh masyarakat menyediakan waktu berdoa, menangis, dan berduka cita yang sangat panjang," ujarnya.
Tak sampai di sana, Elius juga menuding banyak pihak yang tak tahu kondisi Papua sebenarnya. Salah satunya, Menko Polhukam Mahfud MD yang menyebut masyarakat tetap damai meski Lukas ditangkap.
"Beliau tidak sebenarnya tidak mengetahui dan memahami kondisi nyata yang ada di masyarakat Papua saat ini," tegas adik Lukas ini.
"Mereka sedang menyaksikan semua situasi ini dalam hati mereka yang sedang berduka. Ini kami sampaikan supaya pemerintah dan masyarakat Indonesia paham sehingga tidak salah menyampaikan pendapat atau opini," sambungnya.
Baca juga:
Diberitakan sebelumnya, Lukas menjadi tersangka dugaan suap dan gratifikasi karena diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka. Pemberian itu dilakukan agar perusahaan swasta itu mendapat proyek di Papua.
KPK menyebut terjadi kesepakatan fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak dan pembayaran harus bebas dari potongan pajak.
Setelah bersepakat, perusahaan Rijantono mendapat tiga proyek. Pertama adalah peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Setelah proyek itu benar dimenangkan, Rijantono menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Lukas. Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi hingga belasan miliar yang baru ditelisik KPK.
Selain Lukas, KPK menduga ada pejabat yang ikut bermain dalam penerimaan suap dan gratifikasi. Hanya saja, penyidik masih melakukan pendalaman.