Disebut KPK Ikut Bantu Penangkapan, Penghubung Bupati Mamberamo Tengah Ternyata Sipil
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan penghubung Bupati Mamberamo Tengah nonaktif Ricky Ham Pagawak ternyata warga sipil. Orang inilah yang kemudian membantu tim gabungan dari komisi antirasuah, TNI, dan Polri menemukan tersangka dugaan suap, gratifikasi, serta pencucian uang tersebut.
"Itu orang sipil," kata Ketua KPK Firli Bahuri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 20 Februari.
Penghubung yang ditangkap lebih dulu itulah yang memerinci keberadaan Ricky yang bersembunyi di sebuah rumah di Abepura, Jayapura. Namun, komisi antirasuah belum menentukan sikap terhadap sosok ini karena memberikan bantuan.
"Tapi perlu kita dalami lagi karena kita tahu keberadaan seseorang karena ada orang lain," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Ricky resmi menjadi tahanan Rutan KPK Cabang Merah Putih sejak Senin, 20 Februari. Ia merupakan tersangka dugaan suap, gratifikasi, dan dugaan pidana pencucian uang.
Dalam kasus ini, dia diduga menerima uang suap dan gratifikasi hingga Rp200 miliar. Penerimaan ini dilakukan dari kontraktor yang ingin mendapat proyek di Kabupaten Mamberamo Tengah.
Baca juga:
- KPK Dalami Kemungkinan Ricky Ham Pagawak Kabur Dibantu KKB
- Bupati Mamberamo Tengah Diduga Nikmati Ratusan Miliar Dari Kontraktor yang Dapat Proyek
- Golkar Jawab Isu Ketum AMPG Bakal Gantikan Zainudin Amali Jadi Menpora
- Viral Tersangka Narkoba Ngaku Dibeking Polres, Bareskrim Perintahkan Polda Sulsel Selidiki
Ada tiga kontraktor yang disebut memberikan uang yaitu Direktur PT Solata Sukses Membangun, Marten Toding; Direktur Utama PT Bina Karya Raya, Simon Mampang; dan Direktur PT Bumi Abadi Perkasa Jusiendra Pribadi Pampang.
Rinciannya, Jusiendra mendapat 18 paket pekerjaan dengan total nilai mencapai Rp217,7 miliar. Proyek yang dibangun di antaranya pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura.
Sementara Simon mendapat enam paket senilai Rp179,4 miliar dan Marten mendapat tiga paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar. Pekerjaan ini didapat tiga swasta itu setelah mereka bersepakat dengan Ricky memberikan uang.
Dari penerimaan itu, Ricky kemudian diduga melakukan pencucian uang dengan cara membelanjakan hingga menyamarkan hasil suap dan gratifikasi.
Akibat perbuatannya, Ricky disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.