Surya Darmadi Bacakan Pembelaannya di Pengadilan Tipikor Jakarta: Apa Salah Saya?

JAKARTA - Terdakwa dugaan korupsi alih fungsi lahan di Kabupaten Indragiri Hulu dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), Surya Darmadi membacakan nota pembelaan atau pleidoinya pada hari ini, Kamis, 16 Februari. Pemilik PT Duta Palma Group itu mempertanyakan apa kesalahannya.

"Pada saat perkara ini terkena pada diri saya, dari awal saya bertanya salah saya," kata Surya saat membacakan pembelaannya di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Surya mengatakan perusahaannya yang sudah dikelola selama 26 tahun tak pernah bermasalah. Seluruh dokumennya juga jelas dan tak ada yang dinyatakan cacat oleh negara.

Sehingga, penetapannya dirinya sebagai tersangka bahkan harus menjalankan persidangan dianggapnya seperti mimpi di siang bolong. "Tidak pernah saya bayangkan akan menimpa hidup saya," tegasnya.

"Sementara di luar sana, orang tahu bahwa saya adalah penguasa yang tidak pernah bermasalah dengan hukum dan perusahaan yang saya kelola khusus perkebunan termasuk salah satu yang terbaik di Indonesia," imbuh Surya.

Tak sampai di sana, Surya juga mengaku kaget tiba-tiba disebut sebagai pelaku mega koruptor yang merugikan negara hingga Rp104 triliun. Dia tak memahami kerja Kejaksaan Agung yang menetapkan dirinya sebagai tersangka.

Selain itu, dirinya keberatan jika perusahaannya disebut tidak memiliki izin. Sebab, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Suberida Subur dan PT Palma Satu telah terdaftar di Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 531 Tanggal 30 Agustus 2021.

"Pertanyaan saya kalau saya dianggap ilegal berusaha di lahan tersebut, mengapa negara menerima pajak-pajak yang telah saya bayarkan dan surat izin lokasi izin usaha perkebunan dan sertifikat hak guna usaha yang saya miliki tidak pernah dinyatakan cacat apalagi dinyatakan batal," ujar Surya.

Sementara itu, kuasa hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang menjelaskan persoalan kawasan hutan itu sudah diatur secara eksplisit di dalam Undang-Undang Ciptaker atau Omnibus Law. Disebutkan, perusahaan yang memasuki kawasan hutan bisa mengurus izin dan mereka tak akan disanksi pidana, melainkan hanya administratif hingga membayar denda.

Sehingga, hakim diminta bijak menilai. Apalagi, sebelumnya ada permintaan agar Surya tak mengajukan praperadilan.

"Hakim lebih bijak menilai dan menyatakan bahwa perkara ini memang tidak layak untuk diproses secara pidana. Namun, sebagaimana SD katakan tadi bahwa lawyernya dan direkturnya dipaksa untuk mencabut agar proses apa yang mereka maksudkan, praperadilan itu tidak dilanjutkan. Itu yang disampaikan SD dalam pembelaannya," tegas Juniver.

Sebelumnya, Surya Darmadi dituntut hukuman penjara seumur hidup pada Senin, 6 Februari lalu. Jaksa menilai pengusaha ini bersalah dalam kasus korupsi pengurusan izin hak guna usaha (HGU) di Indragiri Hulu, Riau.

Selanjutnya, jaksa juga menuntut pidana denda sebesar Rp1 miliar. Surya juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp4.798.706.951.640 dan 7.885.857,36 dolar Amerika Serikat serta Rp73.920.690.300.000 yang masuk dalam hitungan kerugian keuangan negara.

Surya dinilai bersalah melakukan tindakan korupsi dan pencucian uang sebagaimana diatur dalam dakwaan kesatu primair.

Adapun denda wajib dibayarkan dalam waktu sebulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap. Jika tidak, harta benda Surya bakal dirampas untuk dilelang oleh jaksa dan bila masih belum cukup dia bisa ditambahi hukuman pidana 10 tahun penjara.