Dalam Era Keterbukaan Informasi, Pers Harus Berperan Sebagai Pendidik
JAKARTA – Arus informasi pada era digital saat ini yang kian deras memang memberikan kemudahan. Namun di sisi lain, ini justru mengkhawatirkan karena tidak semua informasi yang beredar merupakan fakta. Banyak pula yang tidak benar.
Bahkan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyortir bisa lebih dari satu informasi hoaks yang beredar di media sosial setiap hari.
Semisal informasi mengenai pasukan bersenjata Indonesia yang menyerang Australia. Kemenkominfo pada 4 Februari 2023 menemukan unggahan video di kanal YouTube dengan narasi pasukan bersenjata Indonesia melakukan serangan terhadap Australia.
Pengunggah konten tersebut menunjukkan beberapa video, termasuk ledakan bom, alat tempur tank, puing-puing bangunan yang rusak, dan warga yang dievakuasi. Narator video mengatakan otoritas Australia mengklaim pasukan Indonesia melancarkan lebih dari enam ribu serangan dalam waktu satu jam ke Kota Sydney, Australia.
Berdasarkan hasil penelusuran cekfakta.tempo.co, video yang berisi klaim bahwa pasukan bersenjata Indonesia melakukan serangan terhadap Australia adalah keliru. Video yang diunggah tersebut tidak ada kaitannya dengan klaim pasukan bersenjata Indonesia melakukan enam ribu serangan ke Australia.
“Isi video tersebut berupa potongan-potongan video perang antara Ukraina dan Rusia yang menyebabkan gedung-gedung hancur setelah terkena roket Rusia dan menelan korban jiwa. Video tersebut juga menampilkan latihan bersama antara Rusia dengan Belarusia,” tulis Kemenkominfo di lamannya.
Pada 4 Februari 2023 juga beredar video Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah berorasi di atas panggung dengan latar tulisan ‘Berbeda Bersatu’. Unggahan tersebut disertai narasi deklarasi Presiden Jokowi 3 periode.
Faktanya, itu merupakan video deklarasi jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Potongan video identik dengan unggahan di media Tempo berjudul ‘Jokowi ke Alumni Pangudi Luhur: Kok Dukung Saya?’, yang diunggah pada Februari 2019 silam.
Presiden Jokowi mengakui kehadiran media digital, termasuk media sosial dan platform-platform asing memang memberikan lebih banyak ruang untuk masyarakat membuat berita. Namun yang jadi masalah, umumnya tidak beredaksi. Pemberitaan dikendalikan oleh Artificial Intelligence (AI).
Algoritma raksasa digital cenderung mementingkan sisi komersial dan lebih mendorong konten-konten receh yang sensasional. Tanpa mempedulikan kualitas isi dan jurnalisme otentik. Sehingga, tidak semua isi dari informasi yang disajikan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
“Hal semacam ini tidak boleh mendominasi kehidupan masyarakat kita,” kata Jokowi dalam pidatonya saat peringatan Hari Pers Nasional di Deli Serdang, Sumatera Utara pada 9 Februari 2023.
Sementara, media konvensional yang beredaksi semakin terdesak dalam peta pemberitaan. Sebanyak 60 persen belanja iklan kabarnya juga telah diambil oleh media digital terutama platform-platform asing. Ini tantangan berat dalam keberlanjutan industri media konvensional.
Baca juga:
Sehingga, kata Jokowi, harus ada aturan untuk mendukung jurnalisme yang berkualitas. Menkominfo baru saja mengajukan izin prakarsa mengenai rancangan perpres tentang kerja sama perusahaan platform digital dengan perusahaan pers.
“Tapi ada usulan lain, rancangan Perpres tentang tanggung jawab perusahaan platform digital. Saran saya bertemu kemudian dalam satu bulan ini harus selesai mengenai Perpres, jangan lebih dari satu bulan. Saya akan ikut nanti dalam beberapa pembahasan mengenai ini,” imbuhnya.
Tak dapat dipungkiri, peran utama media kini semakin penting untuk mengamplifikasi kebenaran dan menyingkap fakta terutama di tengah keganasan post truth, pascafakta, dan pasca kebenaran.
“Sangat dibutuhkan untuk menjadi rumah penjernih informasi. Menyajikan informasi yang terverifikasi dan menjalankan peran sebagai communication of hope yang memberikan harapan kepada kita semuanya,” imbuh Jokowi.
Pers yang Mendidik
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat berharap pers mampu menjalankan fungsi sebagai agen pemersatu, mengedukasi, dan membangkitkan nilai-nilai kebangsaan agar mampu diamalkan oleh setiap anak bangsa.
Sebab, Lestasi menilai berbagai potensi dampak perubahan global harus dijawab dengan pelaksanaan nilai-nilai kebangsaan yang terkandung dalam empat konsensus kebangsaan warisan pendiri negeri ini, yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika.
Pada masa kemerdekaan, lewat karya-karya jurnalistiknya pers berperan aktif menumbuhkan semangat nasionalisme setiap anak bangsa untuk lepas dari penjajahan.
Pada masa kini, kata Rerie, sapaan akrab Lestari Moerdijat, pers seharusnya juga mampu berperan menggalang semangat setiap warga negara untuk bersatu mewujudkan bangsa yang berdaya saing dan bermartabat.
“Merawat Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, merupakan salah satu amanah konstitusi kepada setiap anak bangsa, termasuk insan pers, yang harus diwujudkan,” kata Rerie dalam keterangan tertulisnya kepada VOI pada 9 Februari 2023.
Senada dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. Dia pun berharap pers Indonesia ke depan dapat memberikan pemberitaan yang sesuai dengan fakta. Informasi yang tepat akan menciptakan nilai-nilai baik.
Fungsi media tentu untuk mendidik, mencerdaskan, dan dapat mendorong masyarakat berbuat kebajikan. Inilah yang dibutuhkan masyarakat di saat teknologi menjadi semakin melekat dengan kehidupan.
“Pers sudah menjadi bagian dari kehidupan saya. Ayo kita bangun pers yang bertanggung jawab. Ini bekal penting dalam meneguhkan relevansi pers untuk terus berperan di tengah perubahan yang sangat cepat,” kata Erick dalam keterangan resminya kepada VOI pada 9 Februari 2023.