Parlemen Iran Ciptakan RUU untuk Melenyapkan Israel pada 2041
JAKARTA - Anggota parlemen Iran mengajukan rancangan undang-undang (RUU) yang akan memaksa pemerintah Iran melenyapkan Israel dalam waktu 20 tahun. Selain itu, mereka juga akan menyingkirkan pasukan Amerika Serikat (AS) dari Iran.
Mengutip Al Arabiya, Selasa, 5 Januari 2020, RUU tersebut mencakup 16 pasal dengan nama "Iran membalas". Payung hukum itu dirancang sebagai tanggapan atas pembunuhan komandan Pasukan Quds Iran, Qassem Soleimani pada Januari 2020 silam.
Pekan ini menandai peringatan atas satu tahun kematian jenderal tertinggi Iran tersebut. Ia tewas bersama seorang pemimpin senior milisi Irak dalam serangan pesawat tak berawak AS di Irak. Setelah serangan itu hubungan Iran dengan AS dan sekutunya di kawasan Timur Tengah semakin menegang.
RUU tersebut juga menentukan dalam kondisi apa saja Iran dapat bernegosiasi dengan AS serta apa kriteria untuk mendukung sekutu Iran. RUU itu juga akan mewajibkan pemerintah Iran mengambil tindakan yang mengarah pada "pelenyapan Israel pada Maret 2041" dan mematahkan blokade Israel di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dengan mengirimkan komoditas penting secara gratis atau berbayar.
Laporan dari kantor berita Iran, ISNA menyebut RUU itu juga mendukung pendanaan dan pengorganisasian penjagaan di perbatasan Israel di Lebanon Selatan dan Dataran Tinggi Golan di bawah slogan "Pembebasan Golan" dan "hak untuk mengembalikan pengungsi Palestina."
Rancangan tersebut termasuk mewajibkan pemerintah Iran di masa depan untuk mengirim bantuan kemanusiaan setiap tiga bulan sekali, seperti obat-obatan, makanan, dan bahan bakar, kepada milisi Houthi yang didukung Iran. Hal tersebut bertujuan untuk "menghentikan pengepungan mereka di Yaman."
Di bawah pasal "Mengusir Amerika dari Wilayah," RUU tersebut menetapkan bahwa pemerintah dan angkatan bersenjata Iran akan membuat pengaturan yang diperlukan untuk mengeluarkan pasukan militer Komando Pusat Angkatan Darat AS dari wilayah tersebut. RUU ini juga termasuk kesediaan Iran untuk menyelesaikan perjanjian kerja sama pertahanan, selama tidak kurang dari lima tahun dengan negara mana pun.
Selain itu, RUU tersebut juga menganggap bahwa negara-negara yang merangkul pasukan AS adalah mitra dalam tindakan militer atau keamanan AS terhadap kepentingannya di Iran. Itu artinya, mereka memikul semua tanggung jawab yang timbul akibat dukungannya terhadap AS. RUU menambahkan bahwa Iran memiliki hak untuk menanggapi dengan cara apa pun terhadap negara tempat agresi AS dilancarkan.
Draf tersebut mengecualikan negara-negara di mana pasukan Amerika ditempatkan "secara ilegal" mengacu pada Irak dan Suriah. Adanya RUU ini juga menekankan kewajiban angkatan bersenjata Iran dan Pengawal Revolusi Iran untuk menanggapi setiap tindakan militer AS terhadap Iran, pada tingkat yang sama atau lebih besar.
RUU tersebut melarang pemerintah melakukan negosiasi apa pun dengan negara mana pun terkait kemampuan militer Iran, peran Iran di Timur Tengah, dan masalah yang terkait dengan proksi Iran. Negosiasi apa pun dengan AS, baik bilateral atau multilateral juga dilarang. RUU tersebut juga meminta pemerintah untuk memfasilitasi perdagangan dengan Rusia, China, Suriah, Irak, dan Venezuela.
Baca juga:
Dendam kematian Soleimani
Pada 3 Januari tahun lalu, Soleimani dilaporkan tiba di Irak dari Beirut lalu melakukan perjalanan dengan konvoi kendaraan saat meninggalkan Bandara Baghdad ketika pesawat tak berawak AS menyerang. Jenderal itu terbunuh, bersama dengan pemimpin milisi Irak.
Kematian pentolan Pasukan Quds elit Garda Revolusi Iran tersebut menimbulkan kemarahan besar dan digambarkan sebagai "serangan terang-terangan terhadap kedaulatan Irak." Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif menyebut serangan tersebut sebagai "tindakan terorisme internasional" dan "eskalasi yang berbahaya dan bodoh."
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei bersumpah akan melakukan "pembalasan yang keras." Selama beberapa hari setelah kematian Soleimani, potret pemimpin militer itu menghiasi jalan-jalan di Teheran. Massa mengangkat tanda-tanda menuntut balas dendam. Kemungkinan Iran dan AS berperang tampak nyata saat itu.