Periksa Edhy Prabowo, KPK Dalami Terbitnya Peraturan Menteri Tentang Pengelolaan Lobster hingga Rajungan

JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang terjerat dalam kasus dugaan suap terkait ekspor benur atau benih lobster.

Pada pemeriksaan yang digelar Senin, 4 Januari, penyidik mendalami proses penyusunan dan penerbitan Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2020 tentan Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di wilayah Indonesia.

"Edhy Prabowo mantan Menteri Kelautan dan Perikanan digali pengetahuannya terkait proses penyusunan dan penerbitan Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, Rajungan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Selasa, 5 Januari. 

Selain itu, dalam kasus yang sama penyidik juga melakukan pemeriksaan terhadap Direktur PT Maradeka Karya Semesta Untyas Anggraeni dan seorang pihak swasta Bambang Sugiarto sebagai saksi. 

Keduanya dicecar oleh tim penyidik terkait keikutsertaan perusahaannya sebagai salah satu eksportir benih lobster yang mendapat rekomendasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selain itu, penyidik juga mendalami perihal pertemuan di Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diduga membahas fee untuk Edhy Prabowo.

"Keduanya dikonfirmasi terkait dengan keikutsertaan perusahaan saksi sebagai salah satu eksportir benih lobster yang mendapatkan rekomendasi dan didalami juga adanya dugaan pertemuan di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengkondisikan nilai fee yang akan diberikan ke berbagai pihak di antaranya tersangka EP (Edhy Prabowo) bersama tim," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus suap terkait ekspor benih lobster ini. Mereka adalah mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM), swasta/Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin (AM).

Kemudian, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).

Dalam kasus ini, Edhy ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istri-nya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.

Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istri-nya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, sepeda roadbike, dan baju Old Navy.

Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.