Pukulan Telak untuk Edhy Prabowo Soal Ekspor Benur, Eks Dirjen: Negara Tidak Kebagian Apa-apa
Mantan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan M. Zulficar Mochtar menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT DPPP Suharjito/Antara

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kemeterian Kelautan dan Perikanan 2018-2020 Zulficar Mochtar menyebut ekspor benih lobster hanya menghasilkan sedikit pemasukan untuk negara. Hal ini karena belum dilengkapi dengan aturan Penghasilan Negara Bukan Pajak (BNBP).

"Peraturan Menteri soal ekspor benih itu baru bisa beroperasi dengan benar bila ada ketetapan PNBP. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada ketetapan PNBP, jadi negara tidak kebagian apa-apa di situ," kata Zulficar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, dilansir Antara, Rabu, 3 Maret.

Zulficar menyampaikan hal tersebut ketika menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito yang didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri atas 103.000 dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440,00 kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

"Saya tahu aturan PNBP belum keluar dari Kementerian Keuangan sehingga pemasukan negara dari sekitar 40 juta benih lobster yang diekspor hanya sekitar Rp11 juta karena mengikut aturan PP 75 Tahun 2015, yaitu per 1.000 benih lobster hanya dihitung Rp250,00 dan revisinya belum keluar," kata Zulficar.

Namun, Zulficar mengaku ekspor benih lobster tetap terus dilakukan karena Edhy Prabowo sejak awal mendorong pelaksanaan kegiatan tersebut.

"Jadi, Menteri mendorong ekspor perlu dilakukan sehingga penyelesaian aturan administrasi pararel berjalan dengan penyusunan petunjuk teknis, bahkan sejak April sudah meminta pelaku usaha untuk paparan melalui staf khusus, padahal peraturan menteri belum ada," ucap Zulficar.

Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia diketahui baru terbit pada tanggal 4 Mei 2020.

Pernyataan Zulficar ini tentu mematahkan pengakuan Edhy Prabowo. Saat itu, usai diperiksa KPK Edhy Prabowo sesumbar izin ekspor benur menyumbang penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari Kementerian KKP melesat.

"Anda sendiri harus catat, berapa PNBP yang kita peroleh selama 3 bulan itu, ada Rp40 miliar sudah terkumpul bandingkan dengan peraturan yang lama seribu ekor hanya 250 rupiah. Di zaman saya 1 ekor seribu ekor minimal, makannya terkumpul uang itu," kata Edhy Prabowo.

Kemudian, klaim Edhy, Permen ini juga sangat membantu ekonomi masyarakat, khususnya para nelayan di tengah Pandemi COVID-19. Dimana mereka memiliki pekerjaan tambahan setelah dibolehkan menangkap lobster.

"Ada tambahan pekerjaan kalau menangkap lobster, satu orang kalau harganya Rp5 ribu sehari dapat 100 ada 500 ribu pendapatannya. Siapa yang mau ngasih uang mereka itu? Negara sendiri sangat terbatas untuk itu," kata Edhy. 

Adapun belakangan Zulficar memutuskan mundur dari KKP pada tanggal 14 Juli 2020 karena merasa tidak cocok dengan kebijakan Edhy Prabowo.

"Saya mundur karena tiga alasan, pertama melihat kebijakan di kementerian yang tidak mengarah keberlanjutan dan tidak pro poor, kedua tata kelola tidak sepenuhnya dijalankan, dan ketiga komitmen antikorupsi diragukan," kata Zulficar.

Pada bulan Oktober 2020, Zulficar lalu mengetahui kuota ekspor benih lobster ditambah menjadi 418 juta.