DMSI Minta Pemerintah Permudah Regulasi Barang Modal Tidak Baru

JAKARTA - Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) meminta pemerintah untuk mempermudah berbagai regulasi yang memberikan daya tarik bagi investor luar negeri ke Indonesia.

DMSI melihat adanya kecenderungan Eropa untuk mengeluarkan berbagai aturan yang akan menghambat sawit Indonesia masuk ke Eropa, sehingga besar kemungkinan industri hilir sawit yang dari Eropa sangat berminat merelokasi pabriknya ke Indonesia. Pabrik dan/atau peralatannya tersebut masuk kategori barang modal tidak baru (BMTB).

"Industri hilir sawit yang akan direlokasi ini adalah kelompok usaha besar yang punya basis pasar dan produksi hilir lanjutan di luar negeri. Fasilitasi BMTB ini sangat bermanfaat bagi investasi di Indonesia," kata Plt. Ketua Umum DMSI Sahat Sinaga dalam jumpa pers "Tantangan dan Perkembangan Industri Hilir Sawit 2023" di Jakarta, Selasa, 7 Februari.

Sahat mengatakan, regulasi fasilitasi impor barang modal diharapkan lebih banyak memberikan kemudahan untuk menarik minat investasi sektor hilir sawit.

"Fasilitasi BMTB dapat mempermudah perusahaan. Pasalnya, perusahaan dapat memanfaatkan kelebihan unit mesin ataupun suku cadangnya yang sebenarnya masih produktif, namun tidak lagi dibutuhkan," uajrnya.

Lebih lanjut, kata Sahat, Kementerian Perdagangan sebenarnya sudah mengatur fasilitasi impor BMTB melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Kebijakan dan Penguatan Impor.

Namun, ada sebagian barang modal yang membutuhkan rekomendasi teknis dari Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian.

Nantinya, lanjut Sahat, pemberian rekomendasi ini akan melibatkan surveyor untuk verifikasi BMTB yang akan masuk ke Indonesia, seperti Sucofindo dan/atau Asosiasi Fabrikator Permesinan di Indonesia seperti GAMMA, untuk melakukan justifikasi BMTB yang akan masuk ke Indonesia.

"Jadi, BMTB ini harus melewati proses verifikasi Sucofindo untuk mengawasi barang tersebut di negara yang akan mengirimkannya ke Indonesia, sehingga barang yang digunakan masih layak," ujarnya.

Oleh karena itu, Sahat meminta pemerintah supaya mempercepat pembahasan aturan baru ini, agar kegiatan industri hilirisasi sawit dapat berjalan lancar.

"Harapannya, hilirisasi sawit dapat memberikan kontribusi investasi kepada negara dan pemakaian produk sawit di dalam negeri bisa meningkat lebih dari 65 persen, sehingga dengan sendirinya Indonesia akan bisa menjadi price setter," pungkasnya.