2 Anggota DPRD Jatim Tak Penuhi Panggilan KPK Terkait Dugaan Suap Pengurusan Hibah Karena Umrah
JAKARTA - Dua anggota DPRD Jawa Timur Muhamad Reno Zulkarnaen dan Achmad Sillahudin tak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 1 Februari kemarin.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan keduanya sedang umrah. Padahal Reno dan Achmad akan dimintai keterangan sebagai saksi dugaan suap pengurusan dana hibah yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua P. Simanjuntak.
"Kedua saksi tidak hadir dan dikonfirmasi karena alasan ibadah umrah," kata Ali kepada wartawan, Kamis, 2 Februari.
Penyidik akan menjadwal ulang pemanggilan keduanya. Hanya saja, Ali tak memerinci kapan waktunya.
Meski gagal memeriksa dua anggota DPRD Jatim, KPK tetap memeriksa delapan saksi lainnya. Kata Ali, penyidik meminta mereka menjelaskan pembahasan aturan hingga pendistribusian dana hibah.
Kedelapan saksi yang diperiksa terdiri dari tujuh anggota DPRD Jatim, yaitu Sri Untari; Fauzan Fu'adi; Muhammad Fawait; Blegur Prijanggono; Suyanti Priasmoro; Heri Romadhon; dan kusnadi.
Sementara seorang lagi adalah pegawai Bank BNI Surabaya, Maudy Farah Fauzi. "Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pembahasan aturan dan proses distibusi dana hibah Pemprov Jatim," ungkap Ali.
Baca juga:
Dalam kasus ini, Sahat ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya yakni staf ahli Sahat, Rusdi; Abdul Hamid yang merupakan Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang yang juga Koordinator Kelompok Masyarakat; dan Ilham Wahyudi alias Eeng yang merupakan Koordinator Lapangan Pokmas.
Penetapan tersangka didasari operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 14 Desember. Sahat diduga menawarkan bantuan untuk memperlancar pengusulan dana hibah yang dengan jumlah seluruhnya mencapai Rp7,8 triliun. Pemberian ini ditujukan untuk badan, lembaga, organisasi masyarakat yang ada di Pemprov Jawa Timur.
Sahat melakukan penerimaan sejak 2021 dan berlanjut hingga 2022 kemudian bersedia membantu untuk 2023 serta 2024. Uang yang diterima politikus Partai Golkar ini diduga mencapai Rp5 miliar.