Soal Royalti Nol Persen Batu Bara, Indonesia Berpotensi Rugi Rp33,8 Triliun
JAKARTA - Isu mengenai kebijakan nol persen royalti hilirisasi batu bara yang diatur dalam Perpu Cipta Kerja masih menuai polemik di sejumlah kalangan.
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memperkirakan, adanya potensi kerugian anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dari kebijakan tersebut.
"Apabila insentif ini diberlakukan, dapat memicu terjadinya kerugian bagi negara yang cukup besar. Dengan asumsi total produksi batubara sebesar 666,6 juta ton per tahun, potensi kehilangan royalti ditaksir mencapai Rp33,8 triliun per tahunnya," kata Bhima dalam acara Media Briefing Celios secara daring, pada Rabu, 1 Februari.
Baca juga:
Menurut Bhima, jika kebijakan nol persen royalti batu bara berlaku dalam kurun waktu 20 tahun ke depan, negara diperkirakan akan mengalami kerugian hingga Rp676,4 triliun.
"Potensi kerugian tersebut setara dengan membangun 305.632 sekolah dan 4.039 rumah sakit," ujarnya.
Bhima juga menyebut, kebijakan nol persen royalti hilirisasi batu bara akan berdampak pada target sasaran insentif yang kurang tepat.
Sebab, semakin besar insentif yang diberikan kepada perusahaan batu bara, termasuk downstreaming ataupun penurunan hilirisasinya, itu akan menambah beban keuangan negara.
"Jadi, anggaran tadi Rp33,8 triliun per tahun kehilangan dari potensi royalti hilirisasi batu bara, itu setara 5,7 persen dari total defisit anggaran. Jadi, implikasinya dari defisit, ya, negara akan menanggung beban utang yang cukup besar ke depan," jelas Bhima.
Oleh karena itu, kata Bhima, implementasi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja harus secara tegas dibatalkan.
"Jadi, Perppu Cipta Kerja itu ternyata tidak memberikan efek positif bagi ekonomi, bagi keuangan negara, dan juga bagi lingkungan hidup," pungkasnya.
Adapun kebijakan rolyati nol persen hilirisasi batu bara tersebut diatur dalam Perppu Cipta Kerja Pasal 128A ayat (2), yang berbunyi, "Pemberian perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan batu bara dapat berupa pengenaan iuran produksi/royalti sebesar nol persen".