Banyak yang Mengendap, Pemerintah akan Dorong Dana Swasta di Bank Supaya Tersalurkan ke Sektor Produktif
JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah akan mendorong dana korporasi dan swasta yang masih mengendap di perbankan agar bisa keluar dan tersalurkan ke sektor produktif.
Menurut dia, upaya ini menjadi penting lantaran membantu pemerintah dalam mengakselerasi kegiatan ekonomi di dalam negeri.
“Pemerintah memperhatikan sektor swasta masih menyimpan dananya di perbankan dan ini perlu didorong (untuk keluar),” ujarnya usai menghadap Presiden di Istana Merdeka Jakarta, Senin, 30 Januari.
Menurut Airlangga, strategi itu bisa dilakukan mengingat selama ini pemerintah sudah memberikan keringanan berupa restrukturisasi kredit bagi pelaku usaha.
“Kami memonitor beberapa korporasi itu (sudah) melakukan pembayaran atau manajemen utang,” tuturnya.
Airlangga sendiri ingin para pengusaha bisa melanjutkan ekspansi dan memperkuat struktur bisnis melalui belanja modal (capital expenditure/capex).
“Tentu kita berharap dengan manajemen utang yang lebih baik maka capex bisa didorong,” tegas dia.
Sebagai informasi, dalam kurun tiga tahun terakhir terjadi lonjakan simpanan dana pihak ketiga (DPK) di perbankan akibat lesunya kegiatan ekonomi saat masa pandemi.
Masyarakat memilih untuk mengendapkan uangnya di lembaga jasa keuangan ketika optimisme konsumsi menurun. Pun demikian dengan dunia usaha yang memutuskan untuk memarkir dananya di bank seiring dengan terhentinya ekspansi usaha.
Alhasil DPK tumbuh hingga dua digit dengan kredit yang hanya mampu melaju di kisaran satu digit.
Kondisi ini jelas memperberat kerja perbankan karena harus membayar biaya dana (bunga) atas simpanan yang ngendon tersebut.
Terlebih, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sekarang sudah naik 225 basis points (bps) dalam enam bulan menjadi 5,75 persen setelah sebelumnya berada di level terendah sepanjang sejarah 3,50 persen.
Baca juga:
Kini situasi mulai berangsur membaik dengan pertumbuhan kredit dua digit dan DPK single digit walaupun masih dalam range yang cukup dekat.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, hingga November 2022 kredit tumbuh 11,1 persen year on year (yoy) menjadi senilai Rp6.347,5 triliun.
Sementara DPK naik 8,7 persen menjadi Rp7.974 triliun.