Machu Picchu Ditutup Karena Protes di Peru: Wisatawan yang Sudah Beli Tiket Bisa Dipakai Setelah Demo Berakhir atau Refund
JAKARTA - Pemerintah Peru menutup situs wisata terkenal peninggalan peradaban Inca Machu Picchu tanpa batas waktu, karena protes yang sedang berlangsung sejak akhir tahun lalu.
Pemerintah mengatakan telah menutup situs tersebut, dan jalur pendakian Inca yang mengarah ke sana, untuk melindungi turis dan warga negara.
Layanan kereta api ke Machu Picchu dihentikan pada Hari Kamis pekan lalu, setelah beberapa jalur kereta rusak, diduga oleh pengunjuk rasa.
Itu menyebabkan 418 orang terlantar di lokasi tersebut Sabtu pekan lalu, kata Menteri Pariwisata Luis Fernando Helguero pada konferensi pers, dilansir dari BBC 27 Januari.
Malam harinya, Kementerian Pariwisata mengumumkan bahwa semua orang - 148 orang asing dan 270 orang Peru - telah dievakuasi dengan aman menggunakan kereta api dan bus.
Berada di ketinggian Pegunungan Andes, Machu Picchu dianggap sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia yang baru. Ini sangat populer di kalangan turis, dengan sekitar satu juta orang berkunjung setiap tahun.
Beberapa pengunjung tiba di Machu Picchu melalui Inca Trail, yang merupakan pendakian beberapa hari yang terkenal.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Kebudayaan Peru mengatakan, mereka yang telah membeli tiket untuk situs tersebut dapat menggunakannya selama satu bulan setelah demonstrasi berakhir, atau mendapatkan pengembalian uang.
Terpisah, operator tur seperti Manuel Sanchez-Palacios, memperkirakan penutupan akan berlangsung sekitar dua minggu. Tetapi, efek samping dari ketidakstabilan politik akan bertahan lebih lama. Sayangnya, ini akan mempengaruhi pariwisata untuk beberapa bulan ke depan dan semua orang yang terlibat, katanya kepada The National News.
"Ini termasuk semua orang mulai dari pengrajin lokal yang bergantung pada penjualan barang buatan tangan kepada turis, hingga pemandu wisata dan kemudian agen yang lebih besar seperti kami. Siapa pun yang beroperasi di Peru akan merasakan dampaknya, terutama setelah penutupan sementara Machu Picchu," ungkapnya.
Sanchez-Palacios menyarankan wisatawan yang berencana melakukan perjalanan ke Peru, atau mengunjungi Machu Picchu, untuk menyimpan tiket dan tanggal perjalanan mereka.
"Jika Anda memesan dengan agen, mintalah kebijakan penundaan mereka, dan jika yang terburuk menjadi lebih buruk, Anda selalu dapat menunda atau mentransfer kredit perjalanan Anda," sarannya.
"Jika Anda tidak memesan dengan agen, ikuti rekomendasi dari siapa yang menerbitkan tiket Anda," sambungnya.
Machu Picchu dibangun pada abad ke-15 sebagai tempat perlindungan agama suku Inca di ketinggian 2.490 meter. Pada 2018, itu menarik 1,5 juta pengunjung. Musim panas lalu, kapasitasnya mencapai 4.044 pengunjung per hari, terus meningkat sejak Warisan Dunia UNESCO dibuka kembali pada Oktober 2020. PBB menggambarkannya sebagai "mungkin ciptaan kota paling menakjubkan dari Kekaisaran Inca pada puncaknya".
"Pariwisata selalu pulih kembali di Peru, apa pun kondisinya. Kami telah mengalami jauh lebih buruk, termasuk pandemi, jadi saya akan tetap berpegang pada tanggal perjalanan saat ini kecuali dalam dua minggu ke depan," jelas Sanchez-Palacios.
Pada akhirnya, dia yakin kerusuhan akan segera mereda. "Dan begitu itu terjadi, saya harap para pelancong akan berkunjung tanpa ragu," tambahnya.
"Saya akan meminta semua pelancong yang mempertimbangkan bepergian ke sini untuk menjaga Peru tetap di hati mereka," pungkasnya.
Baca juga:
- Turki Bangun Tiga Fregat Sekaligus: Dibekali Radar Tiga Dimensi, Peluncur Torpedo Vertikal hingga Pertahanan Udara Gokdeniz
- Penelitian Ungkap Semut Mampu Deteksi Kanker dari Aroma Urine
- Dinyatakan Punah Tahun 1952, India Bakal Terima Puluhan Cheetah dari Afrika Selatan
- Arab Saudi Umumkan Jareesh dan Maqshush Sebagai Hidangan Nasional
Diketahui, protes pecah di Peru setelah Presiden Pedro Castillo dimakzulkan, lantaran mencoba menutup Kongres secara ilegal. Wakil Presiden Dina Boluarte kemudian diangkat menggantikannya.
Castillo yang kemudian dikenakan tuduhan pemberontakan dan korupsi, kini tengah menjalani penahanan.
Protes anti-pemerintah langsung merebak di ibu kota Lima dan kota-kota besar lainnya, menyebabkan lebih dari 50 orang korban tewas.