Kala Gus Dur Menyebut Rizieq Shihab Teroris Lokal dan Harapannya FPI Dibubarkan

JAKARTA - Pemerintah resmi melarang segala aktivitas dan eksistensi Front Pembela Islam (FPI). Alissa Wahid merespons ini, mengungkit kembali aksi kekerasan yang dilakukan FPI. Kicauan Alissa juga mengingatkan kami tentang bagaimana ayah Alissa, Gus Dur, yang merupakan mantan Presiden Indonesia begitu ingin FPI dibubarkan.

"Menyimak konpers Kemenkopolhukam, jadi ingat turun ke jalan tahun 2010-2011 dengan tagar #IndonesiTanpaFPI karena FPI berkali-kali melakukan aksi kekerasan," tulis Alissa Wahid, dikutip Rabu, 30 Desember.

Alissa juga menyinggung aksi penolakan FPI yang berujung ricuh di area Bundaran HI. Kata Alissa, kericuhan saat itu pecah karena seorang anggota FPI yang memprovokasi. Anggota FPI itu belakangan diketahui membawa senjata tajam dan batu.

"Ingat banget aksi #IndonesiaTanpaFPI di Bunderan HI, agak ricuh, @fullmoonfolks digebukin, dibawa ke Polda Metro, saya temani, untung ada video jurnalis, dicari provokatornya dari situ, ternyata orang FPI yang di tasnya bawa batu dan sajam," tulis Alissa.

Alissa juga menyebut kontranya ia terhadap FPI sebagai berlanjutnya perjuangan Gus Dur, terutama terkait FPI yang menyerang Ahmadiyah. "Tipping point saya terobsesi meneruskan perjuangan Gus Dur terjadi ketika FPI menyerang kampung Ahmadiyah di ManisLor."

"Orang-orang Ahmadiyah via telepon menangis 'kami akan bertahan sampai mati. Seandainya masih ada Gus Dur, pasti beliau besok pagi sudah berdiri di depan gerbang kami.'"

Harapan Gus Dur FPI Bubar

Telah lama Gus Dur ingin membubarkan FPI. Sejak tahun 2000-an, sikap Gus Dur selalu sama: FPI harus dibubarkan.

Gus Dur, kala menjenguk korban kekerasan FPI di Rumah Sakit Mitra Internasional pada Juni 2008 sempat mengkritik sikap aparat negara yang terkesan mendiamkan FPI. Kala itu Gus Dur sudah bukan presiden.

"Saya tidak bisa ambil tindakan, saya bukan aparat negara. Saya hanya mengimbau, Kapolri harus segera bertindak," kata Gus Dur, dikutip dari NU Online.

FPI saat itu melakukan serangan terhadap massa Aliasi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di Monumen Nasional (Monas), Jakarta. 12 orang massa AKKBB terluka.

Polisi tak melakukan tindakan apapun terhadap FPI. Mereka beralasan tak ingin memperkeruh suasana. "Kalau tadi ditindak justru bisa rusuh, itu malah memperkeruh suasana. Kita ingin seperti ibarat menangkap ikan, airnya tetap tenang," kata Kapolres Jakarta Pusat Kombes Pol Heru Winarko kala itu.

Tapi bagi Gus Dur sederhana. Indonesia memiliki ketentuan hukum yang harus dijunjung tinggi. Siapapun yang menggunakan senjata untuk menyerang orang lain, seharusnya diadili.

“Pemerintah tidak berani. Pada waktunya saya yang akan membubarkan FPI,” kata Gus Dur.

Namun sikap itu sebenarnya sempat dipertanyakan. Jika Gus Dur ingin membubarkan FPI, kenapa ia tak membubarkannya? Pertanyaan itu dijawab Gus Dur dengan santai.

Menurut Gus Dur, meski ia ingin FPI tiada, namun ia memiliki prioritas pekerjaan lain yang menurutnya lebih penting dilakukan. "Orang kerja kan punya prioritas. Prioritas saya untuk menjaga Indonesia tetap satu, tidak terurai," kata Gus Dur.

"Rizieq Shihab teroris lokal"

Pandangan negatif Gus Dur terhadap FPI juga menyeret nama Imam Besar Habib Rizieq Shihab. Dalam sebuah kesempatan, usai bertemu Duta Besar Amerika Serikat (AS), Ralph Leo Boyce di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin, 30 September 2002, Gus Dur sempat menyebut Rizieq sebagai "teroris lokal."

Gus Dur bahkan menyejajarkan Rizieq dengan Ketua Majelis Mujahidin Indonesia Abu Bakar Ba'asyir dan Ja'far Umar Thalib. Salah satu contoh yang disebut Rizieq adalah bagaimana ketiganya selalu membawa senjata saat bepergian. "Itu kan dilarang undang-undang. Terus menakut-nakuti orang. Apa itu bukan teroris," kata Gus Dur, dikutip Liputan6.com.

Gus Dur kala itu mengaku memiliki keterlibatan mereka dalam aksi teror. "Jadi selidiki dulu. Tanyakan juga ke negara-negara lain. Jadi harus sungguh-sungguh, jangan kayak sekarang," ujar Gus Dur.

Kala itu pertemuan antara Boyce dan Gus Dur berakhir tanpa kesepakatan. Di tempat terpisah Ba'asyir menyebut tuduhan bahwa dirinya teroris adalah fitnah. Ba'asyir menilai tuduhan itu sebagai cara AS menyamarkan keinginan untuk memerangi Islam.

Ba'asyir kala itu juga mempersilakan pemerintah mengawasi seluruh kegiatan Majelis Mujahidin jika kegiatan lembaga itu terkait jaringan teroris.