China Penjarakan Aktivis Hong Kong, Tony Chung karena Melempar Bendera Negara ke Tanah

JAKARTA - Tony Chung dipenjara empat bulan. Chung dituduh melakukan penghinaan terhadap bendera China. Ia melempar bendera China ke tanah selama bentrokan di luar gedung legislatif Hong Kong pada Mei 2019.

Chung dikenal sebagai pemimpin kelompok pro-demokrasi yang telah dibubarkan. Saat menjalani hukuman terbarunya, Chung juga tengah menunggu diadili atas pelanggaran Undang-Undang (UU) Keamanan Nasional yang mengakibatkan hukuman penjara seumur hidup.

Chung adalah tokoh politik publik pertama yang dituntut di bawah UU Keamanan Nasional yang digambarkan Pemerintah China sebagai "pedang" untuk mengembalikan ketertiban dan stabilitas Hong Kong.  Mengutip The Guardian, Rabu, 30 Desember, Chung ditangkap oleh polisi berpakaian preman di seberang konsulat Amerika Serikat (AS) pada Oktober.

Sejak itu ia ditahan. Ada spekulasi bahwa pihak berwenang menahan Chung karena Chung meminta suaka di konsulat AS di Hong Kong. Selain itu, pria 19 tahun juga menghadapi tuduhan pencucian uang dan persekongkolan dalam penerbitan konten yang menghasut.

Semakin banyak aktivis pro-demokrasi di seluruh spektrum politik telah meninggalkan Hong Kong sejak China meningkatkan tindakan kerasnya terhadap peserta aksi protes pemerintahan China. Di bawah hukum UU Keamanan Nasional, perbedaan pendapat bisa dituduhkan sebagai pelanggaran yang tak jelas namun berat, seperti subversi dan kolusi dengan pihak asing.

Pekan lalu, TV pemerintah China, CGTN melaporkan bahwa polisi Hong Kong telah memasukkan 30 orang yang tidak berada di Hong Kong dalam daftar buronan karena dicurigai melanggar UU Keamanan Nasional. Daftar buronan tersebut termasuk aktivis yang tengah mengasingkan diri Ted Hui dan Baggio Leung.

Aktivis terkemuka yang masih berada di Hong Kong telah dipenjara, termasuk Joshua Wong dan Agnes Chow. Banyak aktivis lainnya yang sering menghadapi penangkapan dan berbagai tuduhan.

UU Keamanan Nasional telah diberlakukan di Hong Kong sejak akhir Juni. UU tersebut mengkriminalisasi tindakan subversi, pemisahan diri, kolusi asing, dan terorisme.

UU ini telah dikritik karena didefinisikan secara luas melanggar hak asasi manusia dasar kebebasan berbicara dan berkumpul, dan melanggar hukum internasional. Ratusan orang telah meninggalkan Hong Kong mencari suaka di luar negeri termasuk di Australia, Kanada, dan AS.

Tetapi pemerintah Hong Kong menyatakan tidak ada penganiayaan dalam penegakan UU tersebut. Selain itu, UU Keamanan Nasional juga telah menjatuhkan tembok pembatas hukum antara peradilan hukum umum Hong Kong yang diakui secara internasional dan hukum yang dikendalikan oleh Partai Komunis di China daratan.

Para pelaku yang dianggap melanggar UU Keamanan Nasional akan diekstradisi melintasi perbatasan untuk diadili. Jimmy Lai, seorang maestro media pro-demokrasi juga dituntut berdasarkan UU Keamanan Nasional.

Pekan lalu pengadilan tinggi Hong Kong memberi jaminan dari penjara tetapi menempatkannya sebagai tahanan rumah. Jimmy Lai juga diperintahkan untuk menyerahkan semua dokumen perjalanan dan dilarang berbicara kepada pers, membuat pernyataan publik, menggunakan media sosial, bertemu pejabat asing dan "berkolusi dengan pihak asing." Keputusan itu memicu kecaman keras dari China, yang mengancam akan mengekstradisi Lai ke China daratan untuk diadili.