Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Tegaskan KPK Tak Sita Dokumen Apapun Saat KPK Geledah Ruangannya

JAKARTA - Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Cinta Mega buka suara terkait penggeledahan ruang kerjanya yang dilakukan tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Cinta Mega mengaku telah membaca berita acara pemeriksaan (BAP) hasil penggeledahan gedung DPRD DKI Jakarta pada Selasa, 17 Januari lalu. Hasilnya, tidak ada dokumen atau alat bukti apapun yang disita KPK dari penggeledahan di ruang kerjanya.

"KPK itu mau mengumpulkan bukti untuk terdakwa (kasus korupsi pengadaan lahan) yang kini sudah ditahan. Saya sudah baca BAP-nya. Tidak ada yang dibawa atau disita, dan tidak terbukti ada dokumen yang berkaitan. Saya berani bertaruh," kata Cinta Mega saat dihubungi, Kamis, 19 Januari.

Menurut Cinta Mega, KPK memeriksa tempat kerjanya di ruang Fraksi PDIP lantaran pada tahun 2018, Cinta Mega berkedudukan sebagai Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI.

Saat itu, pembahasan anggaran suatu program yang berkaitan dugaan kasus korupsi lahan, yang masuk dalam pengusutan KPK itu, dibahas oleh Komisi C. Sehingga, barang yang dibawa KPK usai penggeledahan diambil dari ruang Komisi C DPRD DKI.

"Di ruang Komisi C, semua data yang berkaitan dengan tahun 2018, seperti notulen pembahasan, absen kehadiran, itu dibawa," ungkap dia.

Dalam kesempatan itu, Cinta Mega mengklaim bahwa dirinya tidak terlibat dalam dugaan korupsi pengadaan lahan saat membahas anggaran penyertaan modal daerah (PMD) BUMD terkait, yakni Perumda Pembangunan Sarana Jaya meskipun dirinya sebagai pimpinan Komisi C.

"Kita gelar rapat kan terbuka. Jika ada pembahasan mengenai PMD, kita pasti akan menanyakan kajiannya investasinya mana? Apa urgensinya? Lalu, apakah masuk dalam RPJMD? Kalau masuk, Berapa anggaran yang dibutuhkan anggarannya," jelas Cinta Mega.

"Kami tak tahu-menahu belanjanya apa saja dan di mana saja. Kami cuma tahu, misalnya, PMD ini buat DP 0 rupiah, kita cuma tanya, progres yang anda (BUMD) lakukan sudah berapa persen setelah anda dapat PMD, begitu," lanjutnya.

Selasa lalu, tim KPK menggeledah Gedung DPRD DKI Jakarta di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat selama sekitar 5 jam. Sekitar pukul 20.55 WIB, tim KPK yang mengenakan masker keluar dengan membawa sejumlah koper.

Selama penggeledahan dilakukan, Gedung DPRD DKI dalam penjagaan ketat oleh petugas pengamanan dalam (pamdal). Akses masuk pada dua gedung di lingkungan DPRD DKI ditutup.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut pihaknya menggeledah enam ruangan di Gedung DPRD DKI Jakarta. Dalam penggeledahan ini, KPK berupaya mencari bukti dugaan korupsi pengadaan tanah di Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya Tahun 2018-2019.

"Setidaknya ada 6 ruangan yang dilakukan penggeledahan diantaranya ruang kerja di lantai 10, 8, 6, 4, 2 dan staf Komisi C DPRD DKI Jakarta," ucap Ali.

Ali tak mau memerinci ruangan siapa saja yang digeledah penyidik itu. Namun, di Gedung DPRD DKI, lantai 10 merupakan ruang kerja Ketua DPRD DKI Jakarta, lantai 8 ruang Fraksi PDIP, lantai 6 ruang Fraksi PKS, lantai 4 ruang Fraksi Golkar, lantai 2 ruang Fraksi Gerindra, dan ruang Komisi C DPRD DKI Jakarta.

Lebih lanjut, dari kegiatan tersebut, Ali menyebut penyidik menemukan sejumlah bukti seperti dokumen maupun bukti elektronik yang diduga terkait dugaan korupsi pengadaan tanah di Pulogebang, Jakarta Timur.

"Tim Penyidik menemukan berbagai dokumen dan alat bukti elektronik yang diantaranya diduga terkait proses pembahasan dan persetujuan penyertaan modal pada Perumda SJ di DPRD DKI Jakarta yang kemudian dipergunakan untuk pengadaan tanah di Pulogebang, Jakarta," tegasnya.

KPK memastikan bukti ini bisa membuat terang perbuatan para tersangka. Namun, Ali belum mau mengungkap siapa para tersangka yang telah membuat negara rugi hingga ratusan miliar itu.

Pengungkapan tersangka bakal dilakukan pada saat yang tepat dan dibarengi dengan upaya paksa penahanan. "KPK sejauh ini telah menemukan bukti permulaan ada dugaan perbuatan melawan hukum termasuk pihak yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai tersangka," ujarnya.

"Perkara ini terkait dugaan korupsi yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara. Sejauh ini diduga ratusan miliar rupiah," sambung Ali.