Tidak Ada Hal Meringankan Jadi Pertimbangan Jaksa Tuntut Ferdy Sambo Penjara Seumur Hidup
JAKARTA - Eks Kadiv Propam Ferdy Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup di kasus dugaan pembunuhan berencana Yosua alias Brigadir J. Jaksa beranggapan tak ada satupun hal yang meringankan untuk Ferdy Sambo.
"Tidak ada hal yang meringankan," ujar jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 17 Januari.
Sementara untuk pertimbangan memberatkan setidaknya ada enam poin. Pertama, perbuatan Ferdy Sambo mengakibatkan hilangnya nyawa Brigadir J dan duka yang mendam bagi keluarganya.
Kemudian, Ferdy Sambi berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya dalam memberikan keterangan di persidangan. Tidakannya meninbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat.
Lalu, perbuatan Ferdy Sambo dianggap tak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi tinggi di Polri.
"Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi polri di mata masyarakat indonesia dan dunia internasional dan perbuatan terdakwa telah menyebabkan banyaknya anggota Polri lainnya turut terlibat," kata jaksa.
Baca juga:
- Tuntut Jabatan Kepala Desa Jadi 9 Tahun, Massa Geruduk DPR Bakal Audiensi dengan Baleg Siang Ini
- Hercules Dipanggil KPK Terkait Kasus Suap Pengurusan Perkara di MA
- Tuntut Jabatan Kepala Desa Jadi 9 Tahun, Massa Geruduk DPR Bakal Audiensi dengan Baleg Siang Ini
- Soal Pendirian Tempat Ibadah, Jokowi Tegaskan Aturannya Konstitusi yang Ditempatkan di Atas Instruksi Kepala Daerah
Sebelumnya diberitakan, Ferdy Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Yosua alias Brigadir J. Jaksa juga menilai tindakannya telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 340 KUHP.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup," ujar jaksa
Dalam kasus ini Ferdy Sambo disebut merencanakan pembunuhan Brigadir J. Perencanaan dilakukan di lantai tiga rumah Saguling, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Penembakan Brigadir J dilakukan di ruang tengah rumah dinas Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli.
Alasan di balik perencanaan penembakan itu karena mendengan cerita tentang aksi pelecehan yang dilakukan Brigadir J kepada istrinya, Putri Candrawathi.