Tak Hanya Lukas Enembe, KPK Duga Sejumlah Pejabat Ikut Terima Suap
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga bukan hanya Gubernur Papua Lukas Enembe yang menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka. Diduga ada beberapa pejabat lain yang ikut menikmati uang.
"Diterima tersangka LE (Lukas Enembe) dan beberapa pejabat di Pemprov Papua di antaranya yaitu adanya pembagian fee proyek hingga mencapai 14 persen dari nilai kontrak," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 5 Januari.
Tak dirinci identitas pejabat yang ikut menerima uang bersama Lukas. Hanya saja, uang itu diberikan setelah Rijantono memenangkan tiga proyek.
Proyek yang dimenangkan perusahaan farmasi itu, di antaranya multi years peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai Rp14,8 miliar; proyek multiyears rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi senilai Rp13,3 miliar; dan proyek multiyears penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai Rp12,9 miliar.
"Setelah terpilih untuk mengerjakan proyek dimaksud, tersangka RL diduga menyerahkan uang pada tersangka LE dengan jumlah sekitar Rp1 miliar," tegas Alexander.
Selain dari Rijantono, KPK menduga Lukas juga menerima gratifikasi. Alexander menyebut dugaan ini sedang didalami penyidik saat ini.
"Diduga tersangka LE juga diduga menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah yang saat ini KPK sedang kembangkan," ujarnya.
Baca juga:
Rijantono kini ditahan di Rutan KPK Cabang gedung Merah Putih KPK. Sementara Lukas Enembe, hingga saat ini belum ditahan karena sempat beralasan sakit saat akan diperiksa.
Sebagai penyuap, Rijanto disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Lukas sebagai pemberi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.