JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengejar aliran uang dari dan untuk Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe. Mereka ingin membongkar praktik korup selain dugaan suap dan gratifikasi, termasuk tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Kami kembangkan lebih lanjut (dugaan korupsi Lukas Enembe, red) tidak berhenti di suap dan gratifikasi saja," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 10 Februari.
Selain itu, Ali menegaskan KPK terus menyita aset milik Lukas yang diduga terkait dengan penerimaan suap dan gratifikasi. Paling baru, penyidik menyita Toyota Fortuner di Jayapura, Papua.
"Kita kejar uang, aliran uangnya, termasuk kemudian penyitaan aset asetnya kalau kemudian diketahui bahwa ada kaitannya dengan perkara," ujarnya.
"Itu bagian dari terus mengumpulkan aset-aset yg diduga hasil dari korupsi yang pada akhirnya nanti akan dirampas," sambung Ali.
BACA JUGA:
Lukas Enembe menjadi tersangka dugaan suap dan gratifikasi karena diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka. Pemberian itu dilakukan agar perusahaan swasta itu mendapat proyek di Papua.
KPK menyebut terjadi kesepakatan fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak dan pembayaran harus bebas dari potongan pajak.
Setelah bersepakat, perusahaan Rijantono mendapat tiga proyek. Pertama adalah peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Setelah proyek itu benar dimenangkan, Rijantono menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Lukas. Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi hingga belasan miliar yang baru ditelisik KPK.
Selain Lukas, KPK menduga ada pejabat yang ikut bermain dalam penerimaan suap dan gratifikasi. Hanya saja, penyidik masih melakukan pendalaman.