Paus Benediktus XVI dan Sikapnya terhadap Kasus Pelecehan Seksual, Homoseksual, serta Legalisasi Aborsi di Irlandia
JAKARTA - Paus Benediktus XVI, dalam suratnya tertanggal 19 Maret 2010, menceritakan sejarah singkat perjuangan umat Katolik di Irlandia dalam menyebarkan keimanan dan nilai-nilai Kristus ke seluruh penjuru dunia. Biksu Celtic seperti Saint Columbanus menyebarkan Injil di Eropa Barat dan meletakkan dasar budaya monastik abad pertengahan.
Cita-cita kekudusan, amal, dan kebijaksanaan pemikiran yang lahir dari iman Kristen terungkap dalam pembangunan gereja dan biara. Serta, pendirian sekolah, perpustakaan, dan rumah sakit, yang semuanya membantu mengonsolidasikan identitas spiritual Eropa.
“Para misionaris Irlandia memperoleh kekuatan dan ilham mereka dari iman yang teguh, kepemimpinan yang kuat, dan moral gereja yang lurus di tanah air mereka,” kata Paus Benediktus XVI, seperti dikutip Vatican News.
Pada abad ke-16, ujian datang. Umat Katolik di Irlandia mengalami masa penganiayaan yang panjang, di mana mereka berjuang untuk menjaga api iman tetap hidup dalam keadaan yang berbahaya dan sulit. Saint Oliver Plunkett, Uskup Agung Armagh yang mati syahid adalah contoh paling terkenal dari sejumlah putra dan putri Irlandia yang berani yang rela menyerahkan nyawa mereka karena kesetiaan pada Injil.
Keluarga dan individu yang tak terhitung jumlahnya telah memelihara iman pada masa-masa pencobaan hingga menjadi katalis bagi kebangkitan besar Katolik Irlandia pada abad ke-19. Setelah masa itu berlalu, gereja kembali tumbuh dan mampu berkontribusi besar dengan menyediakan pendidikan, terutama untuk penduduk miskin Irlandia.
Bahkan, mampu menghasilkan generasi yang terus menunjukkan semangat Kristus, membagikan karunia iman kepada orang lain, dan mewujudkan iman dalam pelayanan kasih kepada Allah dan sesama.
“Banyak keuskupan, terutama di Afrika, Amerika dan Australia, mendapat manfaat dari kehadiran para klerus dan religius Irlandia yang mewartakan Injil dan mendirikan paroki, sekolah dan universitas, klinik dan rumah sakit yang melayani baik umat Katolik maupun komunitas pada umumnya, dengan perhatian khusus pada kebutuhan orang miskin,” terang Paus Benediktus XVI kala itu.
Namun, dalam beberapa dekade terakhir, gereja di Irlandia menghadapi tantangan baru. Perubahan sosial yang bergerak cepat, seringkali berdampak buruk terhadap kepatuhan masyarakat terhadap ajaran dan nilai-nilai Katolik.
Paus Benediktus XVI menyesali aksi pelecehan terhadap anak-anak oleh para anggota gereja di Irlandia, khususnya oleh para imam dan biarawan. Dia menyebut itu sebagai bentuk pengkhianatan. Mempermalukan dan mencemarkan nama baik gereja.
Tak hanya itu, Katolik di Irlandia juga menghadapi tantangan tentang legalisasi pernikahan sejenis pada 2015, dan aborsi pada 2018. Dua hal tersebut sangat dilarang dalam kehidupan penganut Katolik Roma.
“Kalian para imam telah melanggar kesucian Sakramen Tahbisan di mana Kristus menghadirkan diri-Nya di dalam kita dan dalam tindakan kita. Bersamaan dengan kerusakan besar yang terjadi pada para korban, kerusakan besar telah terjadi pada Gereja dan persepsi publik tentang imamat dan kehidupan religius,” ucap Benediktus masih dalam surat tersebut.
Yang lebih membuatnya kecewa, cara otoritas gereja dalam menanganinya tidak menunjukkan keadilan untuk para korban. Tentu, mereka harus mempertanggungjawabkannya baik di hadapan Tuhan maupun pengadilan.
“Sejak pemilihan saya ke Tahta Peter, saya telah bertemu dengan para korban pelecehan seksual. Saya telah duduk bersama mereka, saya telah mendengarkan cerita mereka, saya telah mengakui penderitaan mereka, dan saya telah berdoa bersama mereka dan untuk mereka,” tuturnya.
Dia meminta para uskup Irlandia menjunjung tinggi keadilan atas apa yang telah terjadi. Demi menyembuhkan para korban dan semua yang terkena dampak kejahatan tersebut. Serta, mengambil langkah guna memastikan hal sama terulang lagi.
Meminta Maaf
Terlepas itu, Paus Benediktus XVI mengaku malu. Dia meminta maaf, “Kepercayaan Anda telah dikhianati dan martabat Anda telah dilanggar. Ketika Anda cukup berani untuk berbicara tentang apa yang terjadi, tidak ada yang mau mendengarkan. Anda yang dianiaya di panti asuhan pasti merasa tidak ada jalan keluar dari penderitaan.”
Tentu tidak mudah mengembalikan lagi kepercayaan, memaafkan atau berdamai dengan gereja. Namun, Benediktus meminta untuk tidak kehilangan harapan.
“Dalam persekutuan Gereja kita berjumpa dengan pribadi Yesus Kristus, yang juga korban ketidakadilan dan dosa. Seperti Anda, Dia masih menanggung luka dari penderitaannya sendiri yang tidak adil. Dia memahami kedalaman rasa sakit Anda dan pengaruhnya yang bertahan lama terhadap kehidupan Anda dan hubungan Anda, termasuk hubungan Anda dengan Gereja,” tuturnya.
Benediktus berdoa, “Dengan mendekatkan diri kepada Kristus dan dengan berpartisipasi dalam kehidupan gereja-Nya, gereja yang dimurnikan dengan penebusan dosa dan diperbarui dalam cinta kasih pastoral, Anda akan menemukan kembali kasih Kristus yang tak terbatas. Saya yakin dengan cara ini Anda akan dapat menemukan rekonsiliasi, penyembuhan batin yang dalam, dan kedamaian.”
“Lewat surat ini, saya ingin menasihati Anda semua, sebagai umat Allah di Irlandia, untuk merenungkan luka-luka yang ditimbulkan pada tubuh Kristus. Obat-obatan yang terkadang menyakitkan diperlukan untuk membalut dan menyembuhkannya. Perlu persatuan, amal dan saling mendukung dalam proses jangka panjang pemulihan dan pembaharuan gerejawi,” tuturnya.
“Dalam menghadapi krisis saat ini, langkah-langkah untuk menangani kejahatan individu secara adil sangat penting, namun itu saja tidak cukup. Perlu visi baru untuk mengilhami generasi sekarang dan mendatang untuk menghargai anugerah iman kita bersama. Dengan menapaki jalan yang ditandai oleh Injil, dengan mematuhi perintah-perintah dan dengan semakin menyesuaikan hidup Anda dengan sosok Yesus Kristus, Anda pasti akan mengalami pembaruan mendalam yang sangat dibutuhkan saat ini,” imbuhnya.
Paus Benediktus XVI lahir sebagai Joseph Alois Ratzinger di Marktl, kota kecil di wilayah Bavaria, Jerman pada 16 April 1927. Dia meninggal dunia pada Sabtu pukul 09.34 di kediamannya di Biara Mater Ecclesiae, Vatikan pada 31 Desember 2022. Benediktus XVI adalah Paus ke-265 Gereja Katolik Roma, yang terpilih pada 19 April 2005 dan mengundurkan diri 28 Februari 2013 karena alasan Kesehatan.
Jenazah Paus Benediktus XVI disemayamkan selama tiga hari di Basilika Santo Petrus di Vatikan dan dimakamkan pada 5 Januari 2023 di makam bawah tanah Vatikan, tepat di bawah Gereja Santo Petrus.
Selamat jalan Paus Benediktus XVI. Kisah itu tentunya menjadi pembelajaran dan semangat untuk pembaruan bagi umat Katolik di Irlandia.
Baca juga:
- Soal Banjir, Jakarta dan Semarang Punya Cerita Serupa
- Kasus Malika: Tak Mudah Menghilangkan Trauma Korban Penculikan Anak
- Belajar dari Kasus Penculikan Malika: Orangtua Harus Memahami Fase Perkembangan Anak
- Apakah Perubahan Aturan Ketenagakerjaan di Perppu Cipta Kerja Menguntungkan 143,7 Juta Tenaga Kerja?