PA Martapura Sumsel Tangani 952 Kasus Perceraian Sepanjang 2022, Umumnya Didasari Faktor Ekonomi
SUMSEL - Pengadilan Agama (PA) Martapura Kelas II menangani sebanyak 952 kasus perceraian selama tahun 2022.
"Sepanjang tahun ini hingga Desember 2022 ada sebanyak 952 perkara perceraian yang kami tangani," kata Wakil Ketua Pengadilan Agama Martapura Kelas II Akhyaruddin di Martapura, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan (Sumsel), Jumat 30 Desember.
Menurut dia, jumlah kasus perceraian tersebut meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya periode yang sama, yaitu berjumlah 901 perkara gugatan cerai.
Dia menjelaskan, kasus perceraian yang ditangani pihaknya pada 2022 itu terdiri atas perkara talak sebanyak 231, dan 721 gugatan cerai yang diajukan pasangan suami istri di wilayah itu.
"Pasangan yang mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama Martapura ini rata-rata masih berusia produktif antara 25 hingga 40 tahun," tuturnya disitat Antara.
Sebagian besar kasus perceraian tersebut disebabkan karena faktor ekonomi, adanya orang ketiga atau perselingkuhan dan perselisihan antara suami dan istri hingga terjadinya pertengkaran dalam rumah tangga.
"Yang paling dominan adalah suami meninggalkan istrinya karena adanya orang ketiga hingga sang istri memilih untuk bercerai dari pasangannya," ujarnya.
Baca juga:
- Bangganya Jokowi, 11 Bulan Terakhir Indonesia Tak Alami Lonjakan COVID-19
- 5 Tahun Terakhir PBB Tuntaskan Konflik Internal, Yusril: Yang Bertahan Kader Setia dan Militan
- Menebak Isu Sandiaga Merapat ke PPP, Ingin Nyapres atau Sudah Tak Betah di Gerindra?
- Ternyata COVID-19 Varian Omicron BF.7 Sudah Masuk Indonesia Sejak Oktober, Tapi Kemenkes Tak Khawatir
Hanya saja, kata dia, dari jumlah kasus perceraian yang ditangani Pengadilan Agama Martapura tersebut ada beberapa perkara yang berhasil dimediasi, sehingga pasangan suami istri yang mengajukan gugatan cerai bisa berdamai.
Menurut dia, dalam menangani kasus perceraian pihaknya berusaha semaksimal mungkin untuk memediasi pasangan suami istri agar berdamai, sehingga dapat melanjutkan bahtera rumah tangga yang lebih harmonis.
"Perceraian adalah pilihan terakhir karena akan berdampak buruk bagi anak-anak, sehingga kami semaksimal mungkin melakukan upaya mediasi agar mereka dapat rujuk kembali," tandasnya.