Ternyata COVID-19 Varian Omicron BF.7 Sudah Masuk Indonesia Sejak Oktober, Tapi Kemenkes Tak Khawatir
Menkes Budi Gunadi saat peresmian pabrik biofarmasi PT Etana Biotechnologies di Kawasan Industri Pulogadung (JIEP), Jakarta, Jumat 7 Oktober 2022. (dok. Setkab-Rahmat)

Bagikan:

JAKARTA - COVID-19 varian Omicron BF.7 ternyata telah terdeteksi di Indonesia sejak bulan Oktober lalu. Omicron BF.7 menjadi salah satu pemicu lonjakan kasus COVID-19 di China.

Namun, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengaku pihaknya tidak mengkhawatirkan kondisi ini turut menjadi pemicu kenaikan kasus di Indonesia.

"Kita tidak terlalu khawatir karena sejak Oktober ditemukan, masih varian XBB yang mendominasi dan belum ada tanda peningkatan BF.7 sampai saat ini," kata Nadia kepada wartawan, Jumat, 30 Desember.

Sampai saat ini, tercatat ada 15 kasus COVID-19 varian BF.7 di Indonesia. Dua di antaranya berada di Jakarta. Semua pasien yang terinfeksi hanya mengalami gejala ringan dan sekarang telah sembuh.

"Gejalanya lebih mirip flu saja. Semua pasien isolasi mandiri dan semua sudah sehat," ujar Nadia.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut saat ini tidak ada lonjakan kasus COVID-19 akibat mobilitas masyarakat. “Buktinya apa? Buktinya Lebaran kemarin (kasus COVID-19) kita tidak naik, bola-bola (piala dunia), G20, kita tidak naik,” ungkap Budi.

Budi menjelaskan, varian lain yang sudah masuk Indonesia beberapa waktu ini adalah BA.5, BA.2.75, BQ.1, dan XBB. Namun, kini angka kasus di Tanah Air sudah melewati puncaknya.

“Yang BA.5 di kita udah lewat siklusnya, yang BA.275 sudah lewat, tinggal yang BF.7 ini sudah kita lihat di Indonesia sudah ada. Kenaikannya itu kecil sekali, 15 kasusnya,” ujar Budi.

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan, secara umum angka kasus COVID-19 di Indonesia terkendali dengan laju kasus yang rendah di bawah indikator positivity rate yang ditetapkan WHO sebesar lima persen.

Namun Wiku mengingatkan masyarakat tentang potensi importasi kasus dari sejumlah negara yang sedang mengalami lonjakan kasus, seperti di China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Jerman.

"Kementerian Kesehatan melakukan survailens genomik untuk mengamati varian maupun subvarian yang beredar di Indonesia. Bila ada introduksi varian baru dari luar negeri akan terdeteksi lebih dini," ujarnya.