Goodie Bag Sritex, Gibran, dan Korupsi Bansos Juliari Batubara

JAKARTA - Nama Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), terseret dalam kasus korupsi dana bansos COVID-19 yang dilakukan oleh Mensos Juliari Batubara. Hal ini karena, dirinya disebut-sebut ikut merekomendasikan PT Sri Rejeki Isman (Sritex) dalam pengadaan goodie bag bansos untuk Kementerian Sosial.

PT Sritex melalui Corporate Communication Head, Joy Citradewi tidak menampik adanya pesanan goodie bag atau tas untuk keperluan bansos dari Kemensos. Namun, Joy membantah bahwa kontribusi perseroan dalam program bansos berbentuk bahan pokok berasal dari rekomendasi anak presiden Joko Widodo, Wali Kota Surakarta Terpilih Gibran Rakabuming.

"Betul kami suplai goodie bag untuk Kemensos. Untuk rekomendasi tidak ada dari Gibran," tuturnya, saat dihubungi VOI, Senin, 21 Desember.

Joy menjelaskan partisipasi dalam program tersebut dimulai dari pertemuan antara pihak Kemensos dan perseroan. Namun sayang, Joy tidak dapat menjabarkan jumlah pesanan maupun nilai kontrak yang diterima pihaknya dengan pemerintah.

"Quality dan nilai kontrak ada Non Disclosure Agreement (NDA)-nya. Kami di-approach oleh kemensos untuk fulfillment ini karena sedang ada kebutuhan urgent," katanya.

Bantahan Gibran

Gibran Rakabuming Raka dengan tegas membantah telah merekomendasikan nama PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex untuk membuat tas atau goodie bag bansos yang dipakai Kementerian Sosial.

"Itu enggak bener itu. Saya itu tidak pernah merekomendasikan, memerintah atau ikut campur dalam urusan bansos ini. Apalagi merekomendasikan goodie bag, enggak pernah seperti itu. Itu berita tidak benar," kata Gibran di Solo kepada awak media, Senin, 21 Desember.

Gibran menyarankan, sebaiknya hal itu ditanyakan langsung kepada KPK. Supaya informasi tersebut jelas. "Silahkan saja dikroscek ke KPK, kroscek ke Sritex. Kayaknya pihak Sritex sudah mengeluarkan statement. Jadi itu berita-berita yang tidak benar dan tidak bisa dibuktikan," ujarnya.

Tak hanya itu, ia pun merasa aneh dengan informasi yang beredar itu. Apalagi, kata Gibran, nilai proyek yang dikait-kaitkan dengan dirinya sangat kecil.

Sebagai anak presiden, jika ia mau melakukan hal itu maka memilih proyek yang besar. Tapi, Gibran tidak mau melakukan itu sejak bapaknya menjabat sebagai presiden.

"Kalau mau korupsi kok kenapa korupsinya baru sekarang, korupsinya enggak dulu-dulu. Enggak, saya enggak pernah seperti itu. Kalau pengen proyek ya proyek yang lebih gede, PLN, Pertamina, jalan tol itu nilainya triliunan. Saya nggak pernah seperti itu. Apalagi ikut campur seperti itu," katanya.

Saham Sritex Anjlok

Saham PT Sri Rejeki Isman Tbk ditutup anjlok pada penutupan perdagangan, Senin 21 Desember. Saham emiten berkode SRIL tersebut jatuh seiring dengan pemberitaan yang mengaitkan perusahaan tekstil tersebut dengan korupsi proyek bantuan sosial atau bansos yang dilakukan Juliari Batubara.

Pabrik Sritex. (Foto: Dok. Sritex)

Mengutip data RTI, saham SRIL bertengger di level Rp278 per lembar saham. Angka tersebut turun 6 poin atau 2,11 persen.

Sebelumnya, saham SRIL dibuka di level Rp282 atau melemah 2 poin dibandingkan dengan posisi penutupan Jumat 18 Desember. Akhir pekan lalu, perusahaan yang berdomisili di Solo ini ditutup di level Rp284 per lembar saham. 

Gibran Punya Saham di Sritex?

Gibran disebut memberikan rekomendasi pembuatan goodie bag bansos ke PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Hal ini membuat publik bertanya-tanya, apakah Gibran punya saham di perusahaan garmen ini?

Head of Corporate Communication PT Sritex Joy Citradewi enggan menanggapi dengan gamblang, apakah putra Presiden Jokowi punya saham di Sritex atau tidak. 

Meski begitu, ia menekankan bahwa perusahaan menjadi perusahaan publik dan melantai di bursa saham dengan kode SRIL sejak 2013. "Karena kita sudah go public, siapapun (termasuk Gibran) berhak untuk menanam saham di Sritex," jelasnya.

Sekadar informasi, PT Sritex yang berdiri sejak 1972 merupakan perusahaan tekstil dan garmen terbesar se-Asia Tenggara. Sejak 1994, perusahaan yang didirikan Muhammad Lukminto itu telah dipercaya untuk memproduksi kebutuhan seragam militer di Indonesia dan 35 negara di dunia. 

Seperti diberitakan sebelumnya, proyek bansos mendapat sorotan setelah Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menetapkan Mensos Juliari Peter Batubara dan empat tersangka lainnya sebagai penerima dan pemberi suap terkait program bantuan sosial penanganan COVID-19.

Juliari Batubara. (Foto: Dok. Setkab) 

Keempat tersangka lainnya dalam kasus ini adalah, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabukke selaku pihak swasta.

KPK menduga Juliari menerima jatah Rp10 ribu dari setiap paket sembako senilai Rp300 ribu per paket. Total setidaknya KPK menduga Juliari Batubara sudah menerima Rp8,2 miliar dan Rp8,8 miliar.

Selaku penerima, Juliari, Adi dan Matheus dijerat Pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, selaku pemberi, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.