Bagikan:

JAKARTA - Kasus korupsi bantuan sosial (Bansos) COVID-19 menyeret nama PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex. Hal ini karena Srirex diduga mendapatkan rekomendasi dari Gibran Rakabuming Raka untuk membuat tas atau goodie bag bansos.

Menanggapi hal ini, Head of Corporate Communication Sritex Joy Citradewi membenarkan bahwa pihaknya mendapatkan orderan goodie bag bantuan sosial (bansos) COVID-19 dari Kementerian Sosial (Kemensos).

Namun, Joy membatah bahwa kontribusi perseroan dalam program bansos berbentuk bahan pokok berasal dari rekomendasi anak Presiden Joko Widodo (Jokowi), Wali Kota Surakarta Terpilih Gibran Rakabuming.

"Betul kami suplai goodie bag untuk Kemensos. Untuk rekomendasi, tidak ada dari Gibran," tuturnya, saat dihubungi VOI, Senin, 21 Desember.

Joy menjelaskan partisipasi dalam program tersebut dimulai dari pertemuan antara pihak Kemensos dan perseroan. Namun sayang, Joy tidak dapat menjabarkan jumlah pesanan maupun nilai kontrak yang diterima pihaknya dengan pemerintah.

"Quality dan nilai kontrak ada Non Disclosure Agreement (NDA)-nya. Kami di-approach oleh kemensos untuk fulfillment ini karena sedang ada kebutuhan urgent," katanya.

Akibat terseret isu rekomendasi Gibran soal tas bansos COVID-19, saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) pagi ini tiba-tiba meluncur ke zona merah. Mengutip data RTI, hingga pukul 9.45 waktu JATS saham berkode SRIL ini telah turun 2,82 persen atau 8 poin dari penutupan sebelumnya Rp284 ke posisi Rp276.

Seperti diketahui, proyek bansos mendapat sorotan setelah Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menetapkan Mensos Juliari Peter Batubara dan empat tersangka lainnya sebagai penerima dan pemberi suap terkait program bantuan sosial penanganan COVID-19.

Keempat tersangka lainnya dalam kasus ini adalah, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.

KPK menduga Juliari menerima jatah Rp10 ribu dari setiap paket sembako senilai Rp300 ribu per paket. Total setidaknya KPK menduga Juliari Batubara sudah menerima Rp8,2 miliar dan Rp8,8 miliar.

Selaku penerima, Juliari, Adi dan Matheus dijerat Pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, selaku pemberi, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.