Selamat Hari Ibu: Kaleidoskop Perjuangan Para Ibu untuk Anak-Anaknya
JAKARTA – “Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari Dunia” Penggalan lirik lagu Kasih Ibu yang ditulis Mochtar Embut sekitar tahun 1960-an ini tak lekang termakan usia. Menyiratkan makna dalam mengenai sosok ibu yang selalu rela berkorban, memberikan kasih demi kebahagiaan anak-anaknya. Berikut adalah perjuangan para ibu demi sang anak, bertepatan dengan Hari Ibu 22 Desember.
Perjuangan seorang ibu tergambar jelas lewat figur Santi Warastuti. Sejak mengetahui anaknya mengidap cerebral palsy, dia terus berjuang melakukan berbagai upaya menyembuhkan Pika Sasikirana.
Beragam cara pengobatan sudah dilakukan. Saat ini saja, Pika masih rutin mengonsumsi obat medis untuk kejang-kejang, rutin akupuntur, dan rutin mengonsumsi suplemen. Namun, selama tujuh tahun, hasilnya masih jauh dari harapan.
“Belum lagi efek samping dari penggunaan obat yang kadang harus dirasakan Pika,” kata Santi kepada VOI pada 20 Juli lalu.
Sebagai seorang ibu yang juga merangkap pegawai, Santi tak segan menyempatkan waktu mengulik informasi mendalam tentang cerebral palsy, berkumpul dengan orang-orang yang mengalami nasib serupa dengannya.
cerebral palsy adalah gangguan saraf yang disebabkan oleh kerusakan atau perkembangan yang tidak normal. Ini terjadi pada pada bagian otak yang mengatur gerak, postur, dan keseimbangan.
Hingga akhirnya, dia mengetahui obat mujarab untuk penyakit yang diderita Pika adalah minyak ganja. Namun sayang, ganja masih tergolong barang ‘haram’ di Indonesia, meskipun untuk keperluan medis.
Ibu asal Sleman, Yogyakarta itu bersama sejumlah rekan lainnya lantas mengajukan permohonan uji materiel ke Mahkamah Konstitusi pada November 2020. Meminta MK mencabut penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang melarang penggunaan narkotika golongan I untuk pelayanan kesehatan.
Tak kunjung mendapat putusan, pada 26 Juni 2022, Santi melakukan aksi demonstratif di area car free day. Dia bersama suaminya mendorong Pika yang hanya bisa duduk di stroller berjalan kaki dari Bundaran Hotel Indonesia menuju kantor Mahkamah Konstitusi di Jalan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat sambil menenteng poster bertuliskan ‘Tolong, Anakku Butuh Ganja Medis’
Santi tidak peduli tanggapan orang. Dia menyadari ganja ilegal dan memiliki stigma negatif di masyarakat Indonesia.
“Namun, seandainya mereka tahu apa yang saya rasakan, mereka mungkin bisa mengerti. Jika ingin menghina saya, pakailah sepatu saya dan rasakan jalan saya,” ungkapnya.
Tak lama dari aksi tersebut, MK menerbitkan putusan penolakan terhadap permohonan uji materil. MK meminta pemerintah terlebih dahulu melakukan riset terhadap narkotika golongan I dengan kepentingan praktis pelayanan kesehatan.
Meski kecewa dengan putusan tersebut, Santi tetap bersyukur, setidaknya sudah ada kepastian yang diberikan, sehingga dia bisa menyusun langkah baru, untuk mengobati penyakit yang diderita putrinya.
“Hari ini MK telah memberi kepastian kepada kami…Tetapi kami bukan orang yg mudah menyerah…keep on fire girl. Anak ibu yg solehah dan sabar…” tulis Santi di akun Instagramnya pada 20 Juli lalu.
Kasus Pembunuhan Brigadir J
Kisah perjuangan seorang ibu tergambar pula di sosok Rosti Simanjuntak. Sejak mengetahui anak keduanya, Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) tewas mengenaskan di rumah atasannya, Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022, kehidupan Rosti berubah drastis. Hari-harinya tampak murung, matanya selalu berkaca-kaca. Sang suami bahkan sampai meminta saudara-saudaranya mengajak Rosti berbincang, agar tidak terlalu larut dalam kesedihan.
Yang lebih membuatnya miris, ketika mendengar pernyataan dari pihak kepolisian yang datang ke Jambi mengantarkan jenazah putranya. Sudah tewas terbunuh, Brigadir J juga dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi yang merupakan istri Ferdy Sambo.
Sangat janggal menurut Rosti. Berbekal dukungan dari para keluarga besar suku Batak, dia bersama keluarga memutuskan menempuh jalur hukum guna mencari keadilan untuk putranya sekaligus menjawab segala kecurigaan.
"Tuhan tolong kami, Pak Presiden tolong kami. Tunjukkan kebenaran," ucap Rosti sambil menangis saat proses ekshumasi pada 27 Juli lalu.
Sebagai ibu, hati Rosti hancur ketika melihat anaknya pulang ke Jambi dalam kondisi sudah tidak bernyawa. Penyebab kematiannya pun ditutupi.
“Jeritan tangisan anakku itu tidak akan terlupakan bagi seorang ibu-bapak yang sudah bersusah payah melahirkan membesarkan, anak kebanggaan buat kami,” ucap Rosti dalam sidang pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 1 November lalu.
Tuhan segalanya. Apa yang ditabur di dunia, itulah yang akan dituai nanti. Hidup ini tidak kekal dan abadi. Kekuatan apapun, pangkat apapun tak akan bisa menandingi kuasa Tuhan. Bila Tuhan menghendaki, kebenaran akan terungkap. Jadi, mohon sadar lah sebagai ciptaan Tuhan.
Rosti berpesan kepada Putri, sebagai seorang ibu, berikanlah keteladanan, panutan yang baik untuk anak-anak.
“Tolong pulihkan namanya (Yosua). Pulihkan keluarga kami dari fitnah kebohongan-kebohongan. Sudah terbunuh anakku, Ibu. Sudah tercapai keinginan kalian, sudah puaskah kalian dengan perbuatan kalian kepada anakku?” tutur Rosti seraya menangis.
“Sadarlah, Bu. Terlalu kejam seorang ibu melihat, mengetahui, mendengar. Enggak mungkin ibu tidak mengetahui. Ibu punya mata dibikin Tuhan. Ibu diberi Tuhan hati nurani, tapi hati nurani Ibu sudah sia-sia, sudah mati. Segera lah sadar, bertobatlah, dan berkata jujur dalam kasus ini agar arwah anakku tenang,” Rosti menambahkan.
Perjuangan Bertahan di Sekolah
Perjuangan sebagai ibu juga ditunjukkan Roro (35), orangtua murid SDN Pondok Cina 1. Roro bersama para ibu lainnya terus berjuang agar Pemerintah Kota Depok mengurungkan niat merelokasi sekolah SDN Pondok Cina 1 menjadi Masjid Raya.
Bila memang mau merelokasi, paling tidak, Pemkot terlebih dahulu menyediakan tempat pengganti agar para murid tidak menumpang dengan sekolah lain.
“Anak saya memang tidak mau pindah sekolah karena di lokasi sekolah barunya, dia harus masuk siang karena keterbatasan kelas. Anak-anak lainnya juga sama pengakuannya,” kata Roro kepada VOI beberapa waktu lalu.
Sekiranya, selama satu bulan Roro bersama para orangtua murid lain dan para relawan bergantian menjaga sekolah full 24 jam. Hingga akhirnya, perjuangan mereka menemui titik terang. Pada 14 Desember, Wali Kota Depok, Mohammad Idris menunda relokasi tersebut.
“Pembangunan masjid di lokasi SDN Pondok Cina 1 untuk sementara ditunda sampai dengan seluruhsiswa SDN Pondok Cina 1 dapat direlokasi ke satu sekolah yaitu di SDN Pondok Cina 5,” kata Idris.
Bagi siswa yang masih belajar di lokasi SDN Pondok Cina 1 tetap difasilitasi belajar-mengajar sampai dengan terbangunnya ruang kelas baru di SDN Pondok Cina 5. Sementara, untuk siswa yang sudah pindah, diperkenankan memilih tetap di SDN Pondok Cina 3 dan SDN Pondok Cina 5 atau kembali ke SDN Pondok Cina 1.
Selamat Hari Ibu 22 Desember 2022. Terimakasih untuk mereka yang selalu memberikan contoh teladan.
Baca juga:
- Partai Tak Lolos Verifikasi Peserta Pemilu 2024: Syarat Administrasi Tak Lengkap, tapi Presiden yang Disalahkan
- Renungan untuk Bangsa dari Almarhum Prof. Dr. Subroto
- Selain Insentif, Konsumen Kendaraan Listrik Juga Butuh Kepastian Soal Stasiun Pengisian Daya
- Mengungkap Kepribadian Terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi