Oknum Polisi Diduga Setubuhi dan Memeras PSK di Bali Jadi Tersangka, Ditahan di Rutan Polda

DENPASAR - Oknum polisi berinisial RCE yang bertugas di bagian Unit Identifikasi Direktorat Reskrimum Polda Bali ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan pemerasan atau ancaman terhadap seorang wanita yang menyediakan jasa kencan di aplikasi MiChat.

"Jadi, sudah ditetapkan status tersangka dan diamankan di Rutan Polda Bali," kata Dirreskrimum Polda Bali Kombes Dodi Rahmawan dikutip Antara, Senin, 21 Desember.

Oknum polisi tersebut disangkakan dengan pasal 368 KUHP atau 369 KUHP. "Yang bersangkutan sudah dilakukan penahanan dengan pasal yang disangkakan yaitu pasal 368 atau 369 KUHP," katanya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Bali Kombes Syamsi mengatakan oknum polisi tersebut tetap diproses sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

"Oh iya baik itu anggota, terutama anggota yang melakukan pelanggaran kita proses sesuai dengan proses hukum yang berlaku sebagai anggota Polri," kata Syamsi.

Pihaknya berharap agar anggota Polri betul-betul bekerja sesuai dengan amanat yang diberikan undang-undang, terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

"Kalau ada oknum-oknum yang berbuat tidak sesuai dengan UU itu kita tidak mengetahui, itu kan istilah mereka melakukan sebagai oknum atau pribadi masing-masing. Jadi dalam hal ini kita selalu imbau dan memberi arahan, memberi pencerahan bahwa kita melaksanakan tugas sebagai sebagai pelindung dan pengayom masyarakat," katanya.

Sebelumnya pada Rabu, 15 Desember sekitar pukul 23.30 WITA pelapor MIS menawarkan jasa kencan melalui aplikasi MiChat. Kemudian, ada tamu yang mau menyewa jasa dari wanita tersebut. Setelah antara pelapor dan tamu itu saling bernegosiasi dan saling bertemu di indekos tempat pelapor berada.

Setelah pelapor dan tamu atau pelanggan tersebut bertemu untuk melakukan hubungan badan, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu dan menunjukkan tanda pengenal sebagai anggota kepolisian yang mana orang tersebut adalah RCE.

Terhadap korban MIS, RCE meminta setiap bulan dikirimi uang sebesar Rp500 ribu. Selain itu, gawai korban diambil oleh tersangka dan apabila korban ingin gawai tersebut kembali harus membayar Rp1,5 juta.