OJK Minta Perbankan Siapkan Pencadangan untuk Hadapi Ketidakpastian Global 2023
JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mirza Adityaswara meminta perbankan untuk melakukan pencadangan dan memperkuat permodalan dalam menghadapi ketidakpastian di tahun 2023.
"Profit perbankan di tahun 2022 cukup baik. Kalau profit baik di 2022 kami sarankan agar lakukan pencandangan just in case 2023 situasinya memburuk," ujarnya saat menjadi pembicara dalam Bisnis Indonesia Business Challenge, Kamis, 15 Desember.
Mirza menambahkan, beberapa forecast masih menunjukkan pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan di ahun 2023 karena diperkirakan The Fed kembali akan menaikkan suku bunga.
"Sehingga lebih baik kita siapkan payung sebelum hujan kalau profit 2022 lebih baik maka lakukan pencadangan untuk menghadapi 2023 kalau ada kondisi yang memburuk atau melambat," lanjut Mirza.
Ia menuturkan, berdasarkan data OJK nominal CKPN kredit pada bulan September 2022 tercatat sebesar Rp362,9 triliun atau turun Rp1,5 triliun mtm.
Seiring dengan hal tersebut, porsi CKPN terhadap total kredit tercatat mengalami penurunan sejalan dengan penurunan kredit bermasalah pada bulan September 2022.
Adapun porsi CKPN terbesar masih dicatatkan oleh Bank BUMN dan Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Asing.
Untuk risiko kredit perbankan, lanjutnya, saat ini Non-performing Loan atau kredit macet perbankan Indonesia berada di angka 2,72 persen.
"Tapi biasanya para analis melihat karena ada kredit restru jadi ingin melihat Loan At Risk," jelasnya.
Baca juga:
Loan At Risk (LAR) perbankan Indonesia per Oktober 2022 berada di angka 15,48 persen dan telah mengalami penurunan dari puncak krisis COVID-19 yang pernah menyentuh angka 28 persen dan Januari 2022 masih berada di 25 persen.
"Sekarang turun 10 persen menjadi 15,4 itu suatu perbaikan yang signifikan. LAR sebelum COVID-19 tahun 2019 sebesar 10 hingga 11 persen," pungkas Mirza.