KPK Dinilai Tak Bisa Berbuat Banyak ke Pejabat yang Ogah Lapor Harta Kekayaan

JAKARTA - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang tak bisa berbuat banyak terhadap pejabat yang ogah melaporkan kekayaannya. KPK dinilai hanya bisa memberikan desakan karena bukan lembaga pembuat aturan.

"Sayangnya KPK tidak bisa buat aturan sanksi yang mengikat," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada VOI, Selasa, 13 Desember.

Boyamin bilang, alih-alih menghukum mereka yang bandel dan menyembunyikan kekayaannya, KPK baru bisa menyelidiki harta pejabat yang tak wajar dengan pasal gratifikasi maupun tindak pidana pencucian uang (TPPU). Namun, langkah ini baru bisa dilakukan jika pejabat itu terjerat kasus korupsi.

Kalaupun mendorong adanya aturan tentang pejabat yang tak melapor dihukum sanksi, kata Boyamin, hal ini bisa saja. Namun, dia ragu legislator akan memberikan dukungan.

"Bisa, tapi apakah DPR mau (membuat perundangan itu, red)," tegasnya.

KPK sebelumnya mengusulkan adanya sanksi bagi pejabat yang tak menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Internal instansi maupun lembaga di Tanah Air harusnya mengatur hal tersebut walaupun tak ada di aturan perundangan.

"Mestinya secara internal itu dijadikan semacam standar perilaku, buat pejabat yang tidak lapor LHKPN-nya ya jangan dipromosikan, jangan dinaikkan pangkatnya," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan di Jakarta, Senin, 12 Desember.

"Kalau yang sudah punya jabatan tetapi tidak lapor padahal wajib lapor, copot jabatannya meskipun di undang-undang tidak ada sanksinya," sambung dia.

Alexander mengatakan laporan harta kekayaan ke KPK ini harus dipahami sebagai bentuk kontrol. Apalagi, dalam pelaporan itu pejabat biasanya akan menyampaikan seluruh harta yang dimilikinya.

Nantinya, bisa dibandingkan dengan gaji hingga tunjangan maupun pensiun yang didapat pejabat tersebut. Selain itu, Alexander bilang lembaganya kerap menggunakan data itu untuk memetakan risiko korupsi di berbagai instansi maupun lembaga.

"Kita bisa petakan instansi mana yang lebih rawan. Aparat penegak hukum, Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai, kemudian BPN (Badan Pertanahan Nasional), yang rawan pungli dan sebagainya," tegasnya.

Sebagai informasi, KPK mencatat jumlah pejabat yang melaporkan harta kekayaan mereka hingga November 2022 mencapai 98,10. Pada periode itu, ada 375.878 laporan dari jumlah 383.147 pejabat yang wajib lapor.

Adapun instansi yang pejabatnya paling taat melapor adalah BUMN atau BUMD dengan nilai 97.04 persen; lembaga yudikatif dengan nilai 96,53 persen; dan lembaga eksekutif sebanyak 93,76 persen.

Sementara yang paling rendah adalah lembaga legislatif. Jumlah pejabat yang patuh melaporkan kekayaannya hanya sebesar 89.83 persen.