Gegara Kasus Juliari, DKI Ganti Bansos Jadi BLT Tapi Penerimanya Dikurangi
JAKARTA - Mulai awal tahun depan, warga DKI yang kondisi perekonomiannya terdampak COVID-19 tak lagi mendapat bantuan sosial berupa sembako. Mereka akan mendapat bantuan langsung tunai (BLT).
Pemprov DKI dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy sebagai Menteri Sosial ad interim menyepakati perubahan skema bantuan sosial untuk warga Jakarta.
"Pemerintah pusat dan Pemprov DKI sepakat, bantuan sosial pada tahun 2021 dalam bentuk sosial tunai dalam bentuk uang. Nanti akan disampaikan langsung kepada warga yang mendapatkan bantuan," kata Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria di Balai Kota DKI, Kamis, 17 Desember.
Besaran BLT kepada warga terdampak akan diberikan senilai Rp300 ribu. BLT diberikan setiap bulan selama enam bulan ke depan, dimulai pada Januari 2021. BLT akan disetorkan melalui Bank DKI dan PT Pos.
Kata Riza, pemberian bantuan berupa uang tunai diharapkan akan menunjang kebutuhan masyarakat dengan membelanjakan di warung sekitar. Sehingga, bisa menggerakan kondisi perekonomian warga lainnya.
Selain itu, pemberian BLT menurut Riza juga memberikan kepastian bahwa bantuan bagi warga terdampak COVID-19 tidak mengalami pengurangan hak. Mengingat, ada krisis kepercayaan dari warga karena kasus korupsi bansos oleh Mensos nonaktif Juliari.
Baca juga:
Kasus ini bermula dari pengadaan bansos penanganan COVID-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode.
Juliari dan dua anak buahnya diduga menerima suap senilai sekitar Rp 17 miliar dari Ardian dan Harry selaku rekanan Kemsos dalam pengadaan paket bansos COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020. Adapun fee yang diterima sebesar Rp10 ribu dari nilai setiap paket bansos COVID-19 sebesar Rp300 ribu.
"Itu sudah menjadi kebijakan setelah ditimbang-timbang dengan berbagai pertimbangan. Bantuan sosial tunai lebih baik diberikan sehingga yang pertama masyarakat mendapatkan haknya penuh, tidak berkurang," ungkapnya.
Hanya saja, jumlah penerima BLT mulai awal tahun depan akan dikurangi karena beberapa perekonomian warga telah kembali berjalan. Saat ini, pengurangan jumlah penerima BLT di Ibu Kota masih dikaji kembali.
"Jumlah penerima masih dicek kembali. Ada kemungkinan jumlahnya menurun karena sudah banyak warga Jakarta yang bisa dapat bekerja kembali," kata Riza di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Kamis, 17 Desember.
Sebelumnya, ada 2,45 juta keluarga yang menerima bantuan sembako, yang pendistribusiannya dibagi antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI. Pemberian BLT juga memiliki skema pembagian yang sama, hanya saja ada pengurangan jumlah penerima.
Baca juga:
Efektifkah bansos BLT?
Menurut pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda, bantuan sosial berupa BLT memang lebih efektif bagi masyarakat yang menerima dibanding pemberian barang.
Sebab, BLT bisa langsung diketahui jika ada oknum yang mengurangi besaran bantuan. "Pada zaman serba terbuka seperti ini, bantuan cash akan sangat minim diselewengkan," kata Nailul kepada VOI, Jumat, 18 Desember.
Dari sisi ekonomi, pun sebenarnya bantuan melalui cash atau BLT ini mempunyai multiplier effect yang lebih besar dalam hal menggerakkan roda perekonomian masyarakat luas.
Namun, ada catatan yang harus diperhatikan dalam pemberian BLT, Pemerintah mesti memastikan data penerima bantuan sosial valid. Dalam artian, BLT ditujukan kepada warga yang benar-benar membutuhkan dan bermanfaat.
"Setidaknya, jika membeli untuk kebutuhan sehari-hari, uangnya akan berputar di masyarakat. Misalkan beli baju, maka uang tersebut akan digunakan untuk beli bahan, karyawan dan lainnya. Jadi perputaran uang semakin capat dan bisa meningkatkan perekonomian di masyarakat," jelas dia.