Laba Bersihnya Anjlok 80 Persen pada Kuartal III, Kapuas Prima Coal Percepat Pembangunan Smelter untuk Tingkatkan Kinerja 2023
JAKARTA - PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC), emiten produsen logam dasar di Indonesia, optimis akan mampu mendongkrak pendapatan pada 2023. Optimisme tersebut sejalan dengan upaya Perseroan untuk terus mengejar pengoperasian pabrik smelter konsentrat timbal berkapasitas 40.000 ton yang sedang dibangun, pada akhir tahun ini.
Direktur Kapuas Prima Coal Evelyne Kioeenyusutan menuturkan, ekonomi global akibat perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan tersebut telah menjadikan tahun 2022 penuh tantangan. Oleh karena itu, perseroan akan fokus untuk mengupayakan peningkatan penjualan tahun depan.
Selain smelter konsentrat timbal yang sedang dikejar untuk bisa beroperasi akhir tahun ini, ZINC juga sedang membangun pabrik smelter seng berkapasitas 83.000 ton konsentrat seng yang diharapkan bisa beroperasi di 2023.
“Tahun ini banyak variabel di luar kendali kita yang sangat berpengaruh terhadap kinerja Perseroan, seperti kenaikan harga energi, resesi dan penyusutan ekonomi global, serta naiknya laju inflasi. Untuk itu, kita akan memfokuskan upaya untuk meningkatkan pendapatan dan efisiensi kinerja pada tahun 2023,” kata Evelyne dalam keterangannya, Jumat 2 Desember.
Baca juga:
- Smelter Nikel di Indonesia yang Bakal Beroperasi Tahun Ini, Berikut Daftarnya
- Anggota Komisi VII DPR Dorong Pembentukan Timsus Investigasi Amman Mineral
- Pemerintah Beri Dua Insentif Mobil Listrik untuk Percepat Elektrifikasi di Tanah Air, Apa Saja?
- Freeport Indonesia Gandeng Yatamam dan RMP Bangun Fasilitas Pengolahan Smelter di Gresik
Pada kuartal III-2022, perseroan membukukan laba bersih Rp12,95 miliar, turun 80 persen dari Rp65,45 miliar pada periode yang sama tahun 2021. Turunnya laba bersih tersebut terjadi karena penjualan Perseroan turun 11 persen menjadi Rp551,81 miliar dari Rp612,59 miliar pada periode sebelumnya.
Salah satu penyebab turunnya penjualan dan laba bersih Perseroan tersebut adalah harga komoditas yang cenderung turun karena peningkatan suku bunga dari Amerika Serikat. Selain itu, juga adanya kenaikan biaya yang signifikan akibat harga solar industri yang meningkat 100 persen.
Medan yang berat membutuhkan pasokan BBM yang konsisten dan harga yang melambung tinggi sejak awal tahun telah menggerus kinerja Perseroan secara signifikan.