Apa Itu Ahli Waris dan Bagaimana Skema Pembagiannya Menurut Hukum?
YOGYAKARTA - Ahli waris merupakan istilah yang cukup lekat dengan pembahasan warisan keluarga. Warisan adalah hal yang sangat penting dalam sebuah keluarga, namun sekaligus juga cukup sensitif. Banyak kasus perpecahan keluarga dipicu oleh masalah warisan.
Pengetahuan mengenai ahli waris perlu dipahami oleh setiap orang dalam keluarga. Terutama soal pembagian ahli waris yang sesuai dengan hukum perdata, hukum adat, atau dalil dan hukum Islam. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman hingga perpecahan dalam sebuah keluarga.
Warisan yang dimiliki oleh sebuah keluarga biasanya tidak dibagikan begitu saja atau asal-asalan. Terdapat skema ahli waris untuk menentukan dan mengatur siapa saja yang berhak mendapatkan turunan warisan tersebut. Hak atas warisan tersebut akan diberikan ketika seseorang pemberi waris sudah meninggal. Lantas apa itu ahli waris?
Baca juga:
- 6 November Nanti, 20 Ribu Perempuan Berkebaya Jalan Kaki dari Sarinah-Patung Kuda Cegah Terorisme
- Alasan Kanye West Diblokir Twitter dan Instagram
- Sering Main Film Horor, Shareefa Daanish Sebut Tantangan dalam Film Rumah Kaliurang
- Jelang Persalinan, Tasya Kamila Riset Dulu Sebelum Belanja Kebutuhan Bayi
Apa Itu Ahli Waris?
Ahli waris adalah orang yang berhak menerima jatah harta atau warisan ketika pemiliknya sudah meninggal. Penerima warisan ini disebut sebagai pewaris. Seseorang dinyatakan sah sebagai ahli waris jika ditunjuk sesuai dengan hukum pembagian hak waris.
Pembagian hak waris diatur dalam berbagai landasan hukum, bisa itu hukum perdata, hukum adat, atau hukum Islam. Ada dua bentuk harta warisan yang bisa diterima oleh pewaris, yakni harta yang bergerak dan tidak bergerak. Warisa yang bergerak, di antaranya saham, kendaraan, ternak, hingga benda bergerak lainnya. Sementara warisan tidak bergerak, di antaranya tanah, perusahaan, rumah, dan sebagainya.
Syarat dan Golongan Ahli Waris
Umumnya di Indonesia menerapkan tiga hukum dalam pembagian hak waris seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, yaitu hukum Islam, hukum adat, dan hukum perdata.
Hukum Islam
Hukum Islam menerapkan tiga syarat yang berlaku untuk ahli waris. Syarat pertama adalah orang yang menjadi pewaris atau mewariskan harta sudah meninggal. Apabila orang yang mewariskan harta sudah meninggal maka harta yang dilimpahkan tidak disebut warisan, namun hanya sebagai hibah.
Syarat yang kedua adalah ahli waris atau penerima warisan harus masih hidup saat orang yang mewariskan hartanya telah meninggal dunia. Syarat yang ketiga adalah ahli waris harus memiliki hubungan darah atau ikatan keluarga dengan orang yang mewariskan, misalnya ayah dengan anak, atau anak dengan cucu.
Hukum Perdata
Hukum perdata adalah aturan pembagian warisan yang paling umum digunakan atau tidak terikat pada suatu agama tertentu. Terdapat dua cara dalam pembagian hak waris berdasarkan hukum perdata.
Dasar hukum yang pertama berdasarkan adalah Pasal 830 KUHP. Dalam pasal ini diatur bahwa hak waris baru bisa dibagikan kepada penerimanya metika yang mempunyai warisan sudah meninggal dunia.
Dasar hukum yang kedua adalah Pasal 832 KUHP. Dalam pasa ini diatur bahwa hak waris bisa dibagikan ketika adanya hubungan darah antara pewaris dan penerima warisan. Terdapat empat golongan hak waris
Hukum Adat
Pembagian warisan berdasarkan hukum adat terdiri dari dua garis pokok, yakni garis pokok keutamaan dan garis pokok pengganti. Garis pokok keutamaan membagi warisan sesuai urutan utama dalam keluarga. Pemberian warisan diprioritaskan pada golongan satu, yaitu anak kandung perempuan atau laki-laki. Kemudian baru dilimpahkan pada golongan II dan golongan selanjutnya.
Sementara garis pokok pengganti adalah pembagian warisan berdasarkan hubungan di antara orang-orang yang ada pada golongan keutamaan. Warisan diberikan kepada orang yang tidak memiliki hubungan darah dengan pewaris atau pemberi warisan. Golongan ini dapat meliputi anak angkat, anak tiri, atau anak akuan.
Skema Ahli Warisan
Ahli Waris | Besaran Bagian | Keterangan |
1 anak wanita | ½ | Seorang diri |
2 atau lebih anak wanita | ⅔ | Bersama-sama |
Anak wanita bersamaan dengan anak pria | 2:1 | 2 untuk pria dan 1 untuk wanita |
Ayah | ⅓ atau ⅙ | Bila tidak ada keturunan dan bila ada keturunan |
Ibu | ⅓ | Sisa dari duda atau janda bila bersama dengan ayah |
Duda | ½ atau ¼ | Bila tidak ada keturunan atau bila ada keturunan |
Janda | ¼ atau ⅛ | Bila tidak ada keturunan atau bila ada keturunan dan ayah |
Saudara pria dan perempuan se-ibu | ⅙ atau ⅓ | Masing-masing/bila jumlah 2 atau lebih bersamaan |
Saudara pria se-ayah | 2:1 | Dengan saudara perempuan |
Ibu | ⅓ atau ⅙ | Bila ada keturunan atau saudara dengan jumlah 2 atau lebih/bila tidak ada keduanya |
Saudara kandung se-ayah | ½ atau ⅔ | Bila sendiri atau bila jumlah 2 atau lebih bersamaan |
Pengganti | Tidak melebihi | Dari ahli waris yang digantikan |
Itulah pengertian dan skema ahli waris. Pembagian ahli waris dapat mengikuti tiga jenis aturan atau hukum, yakni hukum Islam, hukum adat, atau hukum perdata. Namun yang paling netral atau umum adalah hukum perdata. Pengetahuan mengenai pembagian ahli waris perlu dipahami oleh setiap orang untuk mencegah kesalahpahaman dalam hubungan keluarga.
Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI . Kamu menghadirkan terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.