Parlemen Korea Selatan Berdebat tentang Biaya Jaringan yang Harus Ditanggung Big Tech
JAKARTA – Anggota parlemen Korea Selatan terlibat perdebatan sengit pada Jumat, 21 Oktober mengenai undang-undang yang diusulkan untuk membuat penyedia konten global seperti Netflix dan Google Alphabet membayar biaya jaringan di Korea Selatan.
Pertimbangan tersebut mencerminkan upaya di Eropa oleh beberapa negara yang menginginkan Komisi Eropa untuk membuat undang-undang yang memastikan sebagian perusahaan Teknologi Besar membiayai infrastruktur telekomunikasi, karena streaming video dan penggunaan data lainnya yang kini melonjak.
Berbagai versi undang-undang telah diusulkan di Korea Selatan dengan harapan membuat perusahaan konten itu membayar apa yang oleh para pendukung reformasi disebut sebagai harga yang adil.
Sidang diperkirakan akan selesai pada Jumat malam, tetapi proposal tersebut masih terlihat jauh dari langkah maju ke tahap berikutnya dari proses legislatif.
"Google dan Netflix menyumbang lebih dari sepertiga lalu lintas (internet) domestik. Sudah selayaknya perusahaan global meninjau masalah ini secara lebih proaktif," kata anggota parlemen Korsel, Hong Suk-joon selama persidangan, yang dikutip Reuters.
Namun yang lain tidak setuju, dan mengatakan bahwa mengenakan biaya pada perusahaan teknologi besar dapat berarti mereka dapat menaikkan biaya mereka sendiri dan melemahkan pembuat konten lokal di Korea Selatan.
"Ini berisiko runtuhnya penyedia konten domestik saat mencoba melindungi sejumlah kecil penyedia layanan internet domestik," kata Jung Chung-rae, kepala komite parlemen yang mengawasi masalah tersebut.
Menurut kelompok aktivis Opennet, YouTube dari Google juga telah berkampanye menentang RUU tersebut dan lebih dari 259.824 orang telah menandatangani petisi yang menentang undang-undang tersebut.
"Penting untuk meninjau secara mendalam cara bisnis dijalankan," kata direktur Google Korea Selatan Kyoung Hoon Kim, kepada anggota parlemen. Ia merujuk pada apa yang akan terjadi jika undang-undang tersebut diperkenalkan.
Liz Chung, direktur unit Netflix Korea Selatan, juga mengatakan perusahaannya sedang mencari cara untuk menangani lonjakan lalu lintas.
"Kami sedang mengembangkan sejumlah langkah teknis untuk memanfaatkan jaringan secara efisien dan merespons pertumbuhan lalu lintas dengan tepat," kata Chung.
Baca juga:
- Simak Tutorial Cepat Ganti Tampilan Latar Belakang Gmail di Web
- Setelah Beberapa Kali Mundur, Kerbal Space Program 2 Siap Bakal Meluncur di Early Access pada 24 Februari Tahun Depan
- HP Sediakan Laptop Profesional Dukung Pekerja Hybrid Lewat HP Elite Dragonfly G3
- Cara Menonaktifkan Pratinjau dan Putar Episode Berikutnya secara Otomatis di Netflix
Di Eropa, rencana regulator untuk membuat Google, Meta, dan Netflix menanggung beberapa biaya jaringan telekomunikasi telah disambut baik oleh operator telekomunikasi besar. Namun bagi yang lebih kecil justru memperingatkan itu akan mendistorsi pasar telekomunikasi dan membahayakan persaingan.
Para ahli juga menyatakan perlunya biaya untuk membangun dan memelihara kabel dan infrastruktur bawah laut yang membawa data dari satu tempat ke tempat lain dan popularitas konten video global yang meledak telah meningkatkan biaya membawa data yang disimpan ke luar negeri.
Menurut penyedia data Mobile Index., YouTube memiliki 41,8 juta pengguna aktif di Korea Selatan, dari populasi 51,6 juta di negara itu. Mereka menggunakan YouTube secara total sebesar 1,38 miliar jam pada bulan September.
Menurut Ericsson Swedia dalam sebuah laporan bulan Juni, lalu lintas data seluler global mencapai 67 exabytes per bulan pada akhir tahun 2021, bahkan diproyeksikan mencapai 282 exabytes pada tahun 2027. Lalu lintas video menyumbang sekitar 69% dari lalu lintas tersebut, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 79% pada tahun 2027.
Penyedia jaringan Korea Selatan SK Broadband telah menggugat ke pengadilan dengan harapan membuat Big Tech membayar biaya data itu.
"(Perundang-undangan) bisa berdampak termasuk penyedia konten yang membebankan biaya kepada pengguna akhir," kata Kim Hyun-kyung, profesor di Universitas Sains dan Teknologi Nasional Seoul.