Mau Self Healing? Pastikan Imbangi dengan Refleksi Diri
JAKARTA - Upaya penyembuhan diri, self-healing dengan melakukan sesuai dengan hal yang disukai adalah hal yang wajar. Namun, dalam prosesnya harus diimbangi dengan refleksi diri, apakah self-healing tersebut bermanfaat bagi diri sendiri.
"Mungkin kita sudah terjebak dengan istilah ini, namun, kita perlu tahu basic needs kita dengan coba tanya ke diri sendiri, apakah self-healing itu bentuk kita untuk melarikan diri dan mengalihkan perhatian kita dari masalah, atau benar-benar bisa menjadi support system untuk atasi burnt-out kita," kata Psikolog klinis lulusan Universitas Gadjah Mada Zahrah Nabila Putri dikutip dari ANTARA, Senin, 10 Oktober.
"Ketika kita paham kalau self-healing bisa untuk dijadikan dukungan dari diri untuk menghadapi burnt-out, harapannya tentu kegiatan itu bisa menjadi support. Bicara soal batasan, itu adalah pertanyaan untuk diri sendiri, apakah kita menerima atau menolak (gagasan itu) untuk menghadapi stres kita," ujarnya menambahkan.
Lebih lanjut, self-healing biasanya beriringan dengan adanya burnt-out -- rasa lelah dan kewalahan dengan banyaknya tuntutan pekerjaan atau lainnya. Menurut Zahrah, burnt-out yang hadir seiring dengan tren hustle culture di kalangan anak muda ini terjadi karena paparan informasi yang begitu banyak dan cepat, ditambah dengan sifat alami manusia yang kompetitif.
Namun, lanjut dia, setiap orang memiliki fondasi yang berbeda: ada yang sudah cukup kuat, dan ada pula yang masih berusaha membangun pijakannya. Dengan paparan informasi yang cepat, tentu akan banyak "serangan" yang menggoda di dalam proses tersebut.
Baca juga:
- Salah Presepsi Tentang Self Healing, Psikolog: bukan Sekadar Liburan
- Prinsip 60:60 Demi Kesehatan Pendengaran, FKUI: Musik dan Hiburan Volume Maksimal 60 Persen
- Riset Buktikan Kesepian Berkaitan dengan Risiko Tinggi Terkena Diabetes Tipe 2
- 52 Tahun Tak Bermusik, Nenek-Nenek Gokil Dara Puspita Bikin Penonton Synchronize Fest Berdecak Kagum
"Di sini, diperlukan jeda informasi. Bagi mereka yang merasa fondasinya belum cukup kuat dan dipaksa kerja keras, itu bisa berpengaruh ke kondisi mentalnya. Dukungan tiap orang pun berbeda-beda, dan itu menjadi perjalanan mereka masing-masing," ujar Zahrah.
Sehingga, penting bagi setiap individu untuk mau mengakui ketika mereka sudah tidak kuat dan mampu menangani berbagai hal tersebut. Adapun beberapa tanda yang bisa disadari, beberapa di antaranya adalah kehilangan rasa sukacita saat bekerja, merasa pekerjaan adalah beban yang luar biasa, hingga merasa bekerja seperti layaknya sebuah robot.
"Kita perlu mengakui kalau kita merasa burnt-out. Yang perlu dilakukan adalah melihat tiga sisi kita yaitu dari sisi emosional, fisik, dan pikiran. Manakah burnt-out yang paling menyerang dari ketiga hal itu. Dari situ, kita bisa coba release dengan berbagai hal yang sesuai seperti olahraga, meditasi, journalling, dan lainnya," kata Zahrah.