Tragedi Stadion Kanjuruhan: Kok Hanya Arema FC dan Panpel yang Dihukum, Bagaimana dengan PSSI?
JAKARTA - Penyelidikan untuk mengungkap tragedi Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang mengakibatkan 131 orang meninggal dunia terus dilakukan, baik oleh kepolisian, PSSI, maupun Tim Independen Gabungan Pencari Fakta (TIGPF).
Komisi Disiplin (Komdis) PSSI sudah mengambil langkah tegas dengan menghukum Arema FC dan panitia pelaksana (Panpel) karena tidak bisa menjalankan tugas dengan baik untuk menyelenggarakan pertandingan sepakbola yang aman.
Arema FC, kata Ketua Komdis PSSI Erwin Tobing, tidak mampu mengendalikan suporternya hingga masuk ke dalam lapangan usai pertandingan.
Berikut poin hukuman yang diberikan Komdis PSSI kepada Arema FC dan Panpel:
- Arema FC harus menjalani pertandingan sebagai tuan rumah tanpa penonton. Pertandingan pun tidak boleh dilakukan di Stadion Kanjuruhan, harus berjarak lebih dari 250 km dari markas mereka hingga musim kompetisi Liga 1 2022-2023 berakhir.
- Arema FC dikenakan sanksi Rp250 juta
- Pengulangan terhadap pelanggaran terkait akan berakibat terhadap hukuman yang lebih berat.
- Menghukum Ketua panitia pelaksana Abdul Haris tidak boleh beraktivitas di lingkungan sepakbola seumur hidup.
"Kami melihat Ketua Pelaksana tidak menjalankan tugasnya dengan baik dan cermat, dan tidak siap. Gagal mengantisipasi kerumunan orang datang padahal punya steward. Ada hal-hal yang harus disiapkan, pintu-pintu yang seharusnya terbuka, tapi tertutup,” kata Erwin, Selasa (4/10).
- Menghukum Suko Sutrisno tidak boleh beraktivitas lagi di lingkungan sepakbola seumur hidup. Merujuk pada pasal 68 huruf A, juncto pasal 19, juncto pasal 141 Komdis PSSI tahun 2018
"Kemudian kepada officer atau steward, orang yang mengatur semua keluar masuk penonton pintu semuanya. Siapa itu? security officer Arema FC adalah Suko Sutrisno. Dia bertanggung jawab kepada hal yang harus dilaksanakan tapi tidak terlaksana dengan baik," ucap Erwin.
Jangan Cuci Tangan
Menurut Pengamat Sepakbola Tommy Welly, insiden di Stadion Kanjuruhan memang tak lepas dari kelalaian panitia dan kecerobohan aparat keamanan. Namun, ini bukanlah insiden biasa, melainkan tragedi kemanusiaan dan tragedi memilukan dalam dunia sepakbola yang mengakibatkan ratusan orang meninggal dunia.
Sehingga, tidak cukup hanya sekadar keputusan Komdis PSSI. Pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022 adalah pertandingan resmi, bukan pertandingan sepakbola liar.
PSSI mendelegasikan pelaksanaan pertandingan atau kompetisi kepada panitia pelaksana (panpel/dari Arema) dan operator pertandingan (PT Liga Indonesia Baru/LIB). Tiga lembaga ini yang semestinya bertanggung jawab menjamin keamanan dan keselamatan pertandingan atau kompetisi.
“Tidak cukup hanya dengan menghukum panpel, harus ada pertanggung jawaban yang lebih. Ini bukan kasus biasa,” kata Tommy Welly kepada VOI, Rabu (5/10).
Dia khawatir dan menduga keputusan Komdis hanyalah upaya untuk melokalisasi kesalahan hanya kepada panitia pelaksana dan institusi yang lebih tinggi justru tidak mau bertanggung jawab.
“Masa PSSI cuci tangan. Apakah itu hanya tanggung jawab panpel, kan tidak, tanggung jawab operator liga juga, tanggung jawab institusi PSSI juga. Kok bisa ada gas air mata,” ucapnya.
Menurut Tommy Welly, Mochamad Iriawan harus mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI. “Bahkan, tidak cuma Iwan Bule (sapaan Mochamad Iriawan), jajaran Exco PSSI juga harus mundur sebagai bentuk tanggung jawab moral dan etika.”
PSSI harus bisa memberikan contoh sikap keteladanan. Tragedi Stadion Kanjuruhan secara filosofis menyimpulkan PSSI tidak bisa menyelenggarakan pertandingan dengan aman.
“Pertandingan itu di bawah PSSI semua. Jadi, ketika ada sebuah kesalahan yang begitu fatal, dia harus punya tanggung jawab moral, bukan cuma urusannya Panpel,” imbuhnya.
Petisi untuk Iwan Bule
Desakan agar Iwan Bule mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI pun semakin menguat, terutama di twitter. Perhimpunan Jurnalis Rakyat membuat petisi di change.org bertajuk ‘Tragedi Kanjuruhan, Desak Ketua Umum dan Pengurus PSSI Mengundurkan Diri’.
Hingga Rabu (5/10) pukul 18.55 WIB, petisi sudah ditandatangani 2.758 orang.
“Kita juga meminta Ketua Umum dan semua pengurus Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk mundur dari jabatannya, sebagai bentuk hormat dan respect terhadap korban tragedi kerusuhan Stadion Kanjuruhan, Malang dan untuk pembenahan sepakbola secara keseluruhan,” tulis Perhimpunan Jurnalis Rakyat.
Semua pihak yang berkepentingan harus duduk satu meja mencari solusi agar menjadikan sepakbola Indonesia lebih maju dan berkembang, berhentilah mencari pamor dan aspek politis terlebih pasca tragedi ini.
Sepakbola sejatinya menyenangkan, bukan malah merenggang nyawa. Sepakbola seharusnya menghibur, bukan malah meneteskan air mata. Sepakbola seharusnya jadi pemersatu, bukan malah sumber bencana.
Petisi lain juga dibuat oleh Emerson Yuntho, ‘Ketua Umum PSSI dan Direktur PT LIB Harus Mundur’.
“PSSI dan PT LIB dinilai bertanggung jawab atas musibah ini karena mengabaikan rekomendasi dari pihak Kepolisian agar laga Arema FC vs Persebaya Surabaya tidak digelar malam hari. Federasi dan PT LIB tetap melanjutkan pertandingan pada malam hari. Muncul kesan mereka lebih mengutamakan bisnis daripada kepentingan keselamatan suporter Indonesia,” ucap Emerson.
Belum sampai 24 jam, hingga pukul 19.02 WIB, petisi sudah ditandatangani 1.032 orang.
Namun, ketika awak media menanyakan itu kepadanya di Malang, Iwan Bule memastikan akan mengawal pengungkapan tragedi Stadion Kanjuruhan hingga usai.
"Saya kalau mau lepas tanggung jawab di Jakarta saja. Ini saya namanya mengunjungi, menunggui anggota gitu ya. [Saya berada] di Malang sampai selesai," ucapnya seperti dilansir dari Kompas.com, Rabu (5/10).
"Salam buat netizen ya (sambil tertawa)," imbuhnya sembari berjalan dan menyudahi sesi wawancara.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan kepada Pemuda Olahraga, Kapolri, dan Ketua Umum PSSI melakukan evaluasi menyeluruh tentang pelaksanaan penyelenggaraan pertandingan sepak bola dan prosedur pengamanannya.
“Khusus kepada Kapolri saya minta untuk melakukan investigasi dan mengusut tuntas kasus ini. Saya juga memerintahkan PSSI untuk menghentikan sementara Liga 1 sampai evaluasi dan perbaikan prosedur pengamanan dilakukan,” kata Jokowi.
PSSI, saat ini, sudah menghentikan kompetisi Liga 1 2022/2023 hingga waktu yang tidak ditentukan.
“Saya menyesalkan terjadinya tragedi ini dan saya berharap ini adalah tragedi sepak bola terakhir di Tanah Air. Jangan sampai ada lagi tragedi kemanusiaan seperti ini di masa yang akan datang. Sportivitas, rasa kemanusiaan, dan rasa persaudaraan bangsa Indonesia harus terus kita jaga bersama,” imbuh Jokowi.
Baca juga:
- Catatan Tragedi Stadion Kanjuruhan: Ketika Hasil Reformasi Polri Disoroti Media Luar Negeri
- Tragedi Kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan Tanggung Jawab Siapa?
- Catatan Tragedi Stadion Kanjuruhan: Ketidakdewasaan Suporter adalah Cerminan Kualitas Pendidikan Indonesia
- Insiden Stadion Kanjuruhan: Tragedi Sepak Bola Indonesia Menyebar Duka ke Seluruh Dunia