JAKARTA – Tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 masih menyita perhatian masyarakat dunia. Bukan lagi sekadar penggunaan gas air mata, sejumlah media massa internasional mulai menyoroti reformasi Polri akibat kegagalannya dalam mengatasi histeria massa.
Polri pun dianggap kerap menunjukkan sikap tidak profesional dalam mengatasi berbagai kasus. Praktek suap dan korupsi sudah menjadi hal lazim.
Seperti yang diberitakan The New York Times pada 3 Oktober 2022 dalam ‘Deadly Soccer Clash in Indonesia Puts Police Tactics, and Impunity, in Spotlight’.
Berita ditulis oleh Sui Lee Wee, kepala biro Asia Tenggara The New York Times. Dia adalah bagian dari tim yang memenangkan Hadiah Pulitzer 2021 kategori layanan publik untuk liputan pandemi coronavirus.
The New York Times menulis: polisi selalu menggunakan kekerasan untuk menekan massa seolah menunjukkan kekuatan yang tak terbatas, bahkan hampir tidak pernah dimintai pertanggungjawaban atas tindakan mereka.
Padahal, Polisi di Indonesia tidak pernah sekejam saat ini sebelumnya. Selama tiga dasawarsa pemerintahan Soeharto, militerlah yang dipandang sangat berkuasa. Tetapi setelah kejatuhannya pada tahun 1998, sebagai bagian dari serangkaian reformasi, pemerintah menyerahkan tanggung jawab keamanan internal kepada polisi, memberikan kekuatan yang sangat besar kepada kepolisian.
“Bagi saya, ini benar-benar fungsi dari kegagalan reformasi kepolisian di Indonesia,” kata Jacqui Baker, ekonom politik di Murdoch University di Perth, Australia.
Selama lebih dari dua dekade, aktivis HAM dan Ombudsman telah melakukan penyelidikan atas tindakan polisi Indonesia. Laporan-laporan ini, menurut Baker, sering sampai ke kepala polisi, tetapi tidak banyak atau tidak berpengaruh sama sekali.
“Mengapa kita terus dihadapkan dengan impunitas?” dia berkata. “Karena tidak ada kepentingan politik untuk benar-benar mewujudkan kepolisian yang profesional.”
Impunitas diartikan pembebasan dari hukuman.
“Dalam banyak kasus, petugas polisi memiliki keputusan akhir tentang apakah suatu kasus harus dituntut. Menerima suap adalah hal biasa, kata para analis. Dan setiap tuduhan pelanggaran polisi diserahkan sepenuhnya kepada pejabat tinggi untuk diselidiki. Sebagian besar waktu, kelompok hak asasi mengatakan, mereka tidak melakukannya,” The New York Times menutup.
Mengutip Presiden Jokowi
Media arus utama internasional lainnya, Bloomberg juga menuliskan judul ‘Deadly Soccer Stampede Pressures Jokowi to Revamp Indonesia Police’. Ditulis oleh Faris Mokhtar pada 4 Oktober 2022.
Serangan mematikan di Stadion Kanjuruhan oleh polisi dengan menembakkan gas air mata kepada para suporter semakin memaksa Presiden Joko Widodo untuk merombak pasukan keamanan yang sering dikritik karena kebrutalan dan korupsi.
Larangan FIFA terkait penggunaan gas airmata untuk membubarkan massa dalam pertandingan sepakbola sudah jelas. Namun, polisi berkelit dengan alasan membela diri dari ancaman. Akibatnya, 125 orang meninggal dunia.
“Perbuatan itu memicu kritik di media sosial, termasuk membanjiri halaman Twitter divisi humas polisi, menyerukan pengunduran diri para polisi top serta mereka yang terlibat dalam insiden itu,” tulis Bloomberg.
Media massa asal Amerika Serikat tersebut mengutip pernyataan Bambang Harymurti, mantan pemimpin redaksi Tempo, “Tindakan polisi dapat memicu seruan untuk reformasi. Dan posisi Jokowi bisa menjadi lebih baik jika dia mengambil sikap yang lebih tegas dan melihat penggunaan kekuatan polisi yang berlebihan.”
Bloomberg memaparkan data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), jumlah insiden yang melibatkan kebrutalan polisi telah meningkat menjadi 677 insiden dari 651 dalam dua tahun terakhir.
Untuk kasus korupsi, Indonesia berada di peringkat 96 dari 180 negara korupsi dalam laporan Transparansi Internasional 2021, di belakang negara-negara seperti Brasil dan Tanzania.
“Pada tahun 2016, Jokowi pernah mengatakan reformasi menyeluruh di kepolisian Indonesia adalah kunci untuk menghadapi masa depan. Dia juga mendesak polisi untuk menghasilkan petugas yang dipercaya masyarakat. Tetapi bahkan dengan insiden baru-baru ini yang melibatkan pasukan, Jokowi sebagian besar telah menghindari seruan untuk reformasi,” mengutip Bloomberg.
Analis mengatakan memindahkan kepolisian di bawah kementerian terpisah dapat memungkinkan lebih banyak pemeriksaan dan keseimbangan untuk mengawasi kekuasaan mereka.
“Reformasi kepolisian membutuhkan kemauan politik yang kuat dari Presiden dan dari dalam kepolisian itu sendiri. Aspek mana yang harus direformasi? Itu harus menjadi praktik budaya mereka, mengubah profil petugas yang bertanggung jawab dan pola pikir,” kata D. Nicky Fahrizal, peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) seperti tertulis di Bloomberg.
Komitmen Kapolri
Pada masa kepemimpinannya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengusung slogan Polri Presisi (prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan)
Kata responsibilitas dan transparansi berkeadilan menyertai pendekatan pemolisian prediktif yang ditekankan agar setiap insan Bhayangkara mampu melaksanakan tugas Polri secara cepat dan tepat, responsif, humanis, transparan, bertanggung jawab, dan berkeadilan.
Melansir Tribratanews, ada 8 komitmen Kapolri, yakni:
- Menjadikan Polri sebagai institusi Presisi
- Menjamin keamanan untuk mendukung program pembangunan nasional.
- Menjaga soliditas internal
- Meningkatkan sinergitas dan soliditas TNI-Polri, serta bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan kementerian/lembaga untuk mendukung dan mengawal program pemerintah
- Mendukung terciptanya ekosistem inovasi dan kreativitas yang mendorong kemajuan Indonesia
- Menampilkan kepemimpinan yang melayani dan menjadi teladan
- Mengedepankan pencegahan permasalahan, pelaksanaan keadilan restoratif dan problem solving
- Setia kepada NKRI dan senantiasa merawat kebhinekaan
Pemantapan program transformasi prioritas dalam kebijakan Polri Presisi terdiri dari transformasi organisasi, transformasi operasional, transformasi pelayanan publik, dan transformasi pengawasan.
Seluruh kebijakan dalam transformasi Polri Presisi ini diuraikan lebih lanjut dalam dimensi program, kegiatan dan aksi masing-masing.
Dalam konferensi pers pada 30 September 2022, Kapolri mengatakan, “Kami semua jajaran berkomitmen tentunya untuk melakukan langkah-langkah perbaikan dan evaluasi. Perbaikan di bidang struktural, perbaikan di bidang instrumental, dan tentunya yang paling utama adalah di bidang kultural.”
“Saat ini, kami terus melakukan upaya-upaya untuk bisa lebih aspiratif dalam menerima keluhan dan pengaduan masyarakat. Tentunya dengan merespon keluhan-keluhan pencari keadilan secara cepat, termasuk terhadap pelanggaran-pelanggaran yang kami temui di lapangan,” imbuh Jenderal Listyo Sigit Prabowo.