Dugaan Surat Perintah Perjalanan Dinas Fiktif DPRD Lombok Utara, Kejari Mataram Taksir Kerugian Negara Rp186 Juta
NTB - Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram mengusut adanya dugaan penerbitan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif di lingkup DPRD Lombok Utara.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram, Ida Bagus Putu Widnyana, membenarkan perihal pengusutan kasus tersebut.
"Iya, penanganan baru masuk 'puldata pulbaket' (pengumpulan data dan bahan keterangan)," kata Bagus di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), dikutip dari Antara, Senin 26 September.
Dalam tahap ini, lanjut dia, Kejari Mataram melakukan permintaan klarifikasi kepada para pihak terkait, termasuk nama-nama yang tercantum sebagai penerima SPPD.
Meskipun enggan menyebutkan siapa saja yang sudah memberikan klarifikasi. Namun, Bagus memastikan proses klarifikasi ini masih berjalan.
"Memang sudah ada beberapa orang yang kami mintai klarifikasi dan itu (proses) masih berjalan," ujarnya.
Baca juga:
- MAKI Minta Lukas Enembe Penuhi Panggilan KPK Jelaskan Dugaan Korupsi yang Menjeratnya
- Kapolri Ganti Kapolres Metro Jakarta Selatan Hingga Jajaran Divisi Propam
- Kala Prabowo-Cak Imin Tetap Solid Meski 'Digoda' Puan Maharani
- Digarap Setelah Lengser, Anies Baswedan Jadikan Pulau Reklamasi Kawasan Permukiman
Dalam kasus ini, ada 44 anggota legislatif dan 7 pegawai sekretaris dewan yang namanya turut tercantum sebagai penerima SPPD. Dugaan fiktif tersebut muncul dalam penerbitan di tahun 2021.
Jumlah anggaran SPPD yang diduga fiktif itu terbilang cukup beragam, mulai dari Rp1,8 juta hingga Rp3,9 juta.
Persoalan ini terungkap dari hasil temuan badan pemeriksa keuangan (BPK). Uang tersebut tidak digunakan untuk biaya penginapan. Sehingga dalam temuan tercantum kerugian negara Rp186,57 juta.